Selasa, 28 Februari 2017

Cinta Dalam Hati

CINTA DALAM HATI

Dalam keheningan malam, wajahmu seakan hadir dalam lamunanku, senyumu seakan membawa hati menjadi rindu.
“ Oh Tuhan...aku rindu dia”.

Lagi-lagi aku lihat handphone dan berharap dapat pesan masuk dari dia, nyatanya harapan kosong.
Semenjak ada dia, aku jadi rajin bangun pagi. Semenjak ada dia kini penampilanku selalu terlihat rapih. Semenjak ada dia aku jadi semangat masuk sekolah, justru hari libur itu nyebelin banget buat aku. Semenjak ada dia aku juga jadi lebih rajin belajar, buat aku ini suatu perubahan yang positif banget, aku sih berharapnya akan terus terbiasa seperti ini.

“ Selamat pagi my best friend fourever”. Ucapku.
“ Pagi, hari ini tugas biologi dikumpulin. Uda ngerjain?”.
“ Uda dong, rajin banget sih pagi-pagi uda baca buku, oh iya lupa loe kan kutu buku, hihi”.
“ Loe tau kan gue kalo lagi baca buku paling ga suka di apa.....”
“ Diganggu”.
“ Nah itu tau, jadi diem yah mulutnya”.

Sakha, cuek sih orangnya, sementara aku super bawel dan cerewet. Tapi aku seneng satu kelas dan satu bangku sama dia soalnya bisa lama-lama mandangin muka dia gituh, hehe.

“ Maudy?”
“ Apa?”
Upss hampir aja aku ketauan mandangin dia, pinter banget aku memendam rasa ini.Hihi..

“ Katanya loe itu dulu waktu masih kelas satu termasuk anak yang malas yah dikelas, suka datang terlambat, jarang ngerjain piket harian kelas, jarang ngerjain PR dirumah, suka dihukum gara-gara gak ngerjain tugas, bahkan yang lebih parah nilai ulangan loe tuh jelek terus, bener?”
“ Kenapa emangnya, ledekin aja terus kejelekan gue waktu kelas satu”.
“ Bukan begituh Ndy, ya gue seneng aja sekarang loe bisa berubah kearah yang lebih baik, tentunya kejalan yang benar”.
“ Oh jadi dulu jalan gue nggak benar gituh?”
“ Gue nggak bilang gituh ko, akh ya udah lah lewat aja, loe ma pemarah banget”.
“ Loe tuh rese!”.

Kadang dia nyebelin sih, gue juga kadang dikit-dikit marah-marahan sama dia, tapi bentar-bentar baik lagi.

“ Pulang sekolah nanti kita bareng yah, oh iya dideket sekolah ada tempat makan baru loh, nyobain yuk, gue yang traktir dech”. Ucapnya.
“ Serius ni ditraktir lagi?”
“ Iya, gitu dong senyum jangan marah-marahan”.
“ Loe bukannya lagi baca buku ya, katanya nggak mau diganggu, ga boleh brisik, tapi malah loe yang ngajak ngobrol mulu”.
“ Oh iya lupa, lanjut baca lagi”.

Aku paling suka kalo liat dia lagi ketawa. Lucu, manis, suka juga sama lesung pipinya. Dia paling suka ngacak-ngacak rambut aku, cubit pipi aku, dan hal itu pula buat aku menjadi seneng juga.

Sakha dia teman deket aku, aku berteman dengan dia semenjak pertama kali menginjakan kaki di SMP ini, awalnya dia jutek bener, bisanya jadi berteman dekat seperti ini ceritanya panjang, hehe.. Sakha bagiku something banget, aku bahagia kalau lagi bersama dia, aku seneng bisa berteman sama dia, bahkan aku merasa kalau aku jatuh cinta sama dia, entahlah padahal dulu aku nggak pernah memiliki rasa seperti ini, namun tiba-tiba perasaan ini datang sendiri, bahkan menjadi lebih kuat. Sayang perasaan ini hanya bisa aku pendam sendiri tanpa seorangpun yang tau.

“ Kalau kita uda lulus nanti, kita akan tetap berteman kan?”
“ Iya dong, kalau bisa selamanya kita nggak akan pisah dan tetap berteman baik”.  Ucapku.

Aku dan Sakha, kadang banyak yang beranggapan kalau kita itu pacaran. Gimana enggak, kemana-mana sering bareng, makan bareng, ke perpus bareng, pulang bareng, main bareng.hehe..
Selama dua tahun menjalin pertemanan, aku dan Sakha sudah saling tahu baik buruknya sikaf kami masing-masing. Jujur perasaan ini sebenarnya sakit, sakit ketika aku tau bahwa aku menyayangi Sakha, padahal kami sudah berteman baik, tapi kenapa harus ada cinta, ini sering kali membuat sakit. Sakit ketika Sakha dekat dengan wanita lain dan dia selalu bercerita didepanku tentang kedekatannya, sakit ketika aku harus berpura-pura tersenyum untuknya, sakit ketika aku tau bahwa Sakha hanya menganggapku sahabat tidak lebih dari itu, dan sakit ketika Sakha harus mencintai wanita lain.

Sakha, aku tau dia terlalu perfect untukku, dia termasuk laki-laki yang diidolakan oleh para wanita, dia mempunyai tubuh yang tinggi kulit putih, mata yang indah, lesung pipi, dia baik dan pintar. Juara kelas dan juara umum sering kali dia raih, bahkan juara lomba cerdas cermat antar sekolah sering kali iya juarai.
Aku? , siapa aku, bisa berteman dengan dia saja aku bahagia. Aku berharap persaan ini tidak tumbuh lama, karna yang aku tau mencintai orang yang tidak mencintai kita itu rasanya sakit, apalagi sahabat sendiri.


Cerita Diantara Cinta

Cerita Diantara Cinta

Tetesan embun pagi jatuh perlahan menyapa dedaunan, aku bangun perlahan menyambut asa dipagi hari ini, indahnya sang mentari bersinar, kusambut hari ini dengan doa dan senyuman tulus dari bibirku untuk mengawali hari ini. Hari yang indah, hari yang penuh cinta, seakan penuh dengan warna, warna kebahagiaan.

1 hari, 1 minggu, 1 bulan tepatnya hari ini aku menjalani kisah cinta bersamanya, semua masih terasa indah, indah sekali.

“ Bisa yah kita jadian ?”
“ Iya, ko bisa ya , kamu siapa sih, bisa ya nyuri hati aku ?”
“ Nouval gituh loh”
“ Ikh dasar”
“ Mungkin kita uda ditakdirkan untuk saling       mengenal, saling berteman, hingga  saling menyayangi, jadi deh aku+kamu = satu “.

Aku tertawa dia tertawa, Nouval itu laki-laki yang sangat sederhana, dia suka bercanda, dia baik dan perhatian dan yang terpaling penting dia setia dan mampu membuat aku selalu bahagia, bahagia bisa menjadi miliknya.

“ Kamu tau ga, aku kira aku ga akan jatuh cinta lagi”.
“ Kenapa ?”
“ Masa lalu itu membuat aku benci laki-laki, tapi......”
“ Tapi sekarang sadar bahwa ga semua laki-laki itu jahat ? “
“ Aku ga bilang bahwa laki-laki itu jahat “
“ Lalu ?”
“ Aku fikir sepertinya laki-laki mudah sekali menyakiti hati wanita, dan aku kira    ucapannya hanya buaya”
“ Namun ternyata ?”
“ Aku salah menilainya “

Dalam keheningan aku tatap sinar sang surya, lalu aku tersenyum.

“ Suka Matahari ?” Katanya seraya menatap wajahku.
       “ Tentu, tanpa matahari ga akan pernah ada kehidupan, tanpa matahari ga akan ada yang menyinari dunia ini, dan ga akan ada yang menerangi dunia ini”.
Kataku seraya menatap matahari.
“ Semoga aku juga bisa menjadi matahari seperti yang kamu inginkan, yang menyinari dan menerangi dalam kehidupanmu”. Ujar Nouval seraya tersenyum.
“ Aku tau itu Cuma gombalan kamu aja”
“ Aku tau kamu pasti akan mengatakan seperti itu”.

Tersenyum senang saat melihatnya, merindu saat tak melihatnya, terkesipu malu saat berada didekatnya, cinta, apakah cinta memang begitu.

“ Masih seneng nulis puisi ya ?”
Dengan sigap aku langsung menutup buku diary kecilku, dan mengambil tas agar bergegas pulang.
“ Aduh Vey tunggu aku dong!”.
“ Hati wanita mana yang tidak sakit bila melihat sahabat deketnya jalan sama cowoknya ?”
“ Aku tau aku salah Vey, aku minta maaf”
“ Baiknya kalau kamu suka kamu bilang, aku bisa mundur dan putusin Riko buat kamu, ya jangan dibelakang dong!”.

Tanpa meminta jawaban dari Vira temanku, aku langsung bergegas lekas meninggalkannya.

“  Heyy... ( Nouval menyapaku )”
“  Maaf ya, uda dari tadi nunggu aku?”
“  Ga ko barusan aku juga, ada apa mukanya asem bener, ada masalah?”
“  Aku engga apa-apa ko”.

Dari jauh sana nampaknya Audi sahabatku memanggilku.

“  Vey...”.

Namun aku hanya melambaikan tanganku, fikirku mungkin dia mau bahas masalah aku dan Vira.

“ Ada Audi, mau pulang bareng sama aku apa Audi ?” Ujar Nouval.
“ Sama kamulah sayang, kan aku punya janji mau nemenin kamu nyari buku”.
“ Baiklah, apa kamu ga mau bertemu dengan Audi dulu ?”

Aku hanya diam, dengan berjalan penuh rasa malas aku menghampiri Audi

“ Ada apa ?”
“ Neng, apa kamu teh sebaiknya selesaiin dulu atuh permasalahan kamu sama Vira, kita itu teh sahabat, aku teh pengen seperti dulu. Aku, kamu, Vira, selalu bersama sampe dibilang satu paket, tapi sekarang kenapa atuh kamu masih ngejauh dari Vira, neh ya yang aku tau neng itu dewasa, pan sekarang teh uda kelas tiga, uda punya adik dua, masa sikafnya berubah kawas budak leutik kitu atuh, kalau kamu mau nyalahin tuh salahin aja Rikonya, dia yang ga tau diri siapa kamu siapa Vira ?”

“ Audi aku..........”

Tanpa melanjutkan pembicaraan apa yang mau aku bicarakan, gadis asli sunda ini langsung memotong pembicaraan aku, lalu lanjut nyeramahin.

“Neng, bukannya Neng itu uda punya Nouval yang lebih baik dari Riko, lihat tuh Nouval. Eleuh-eleuh mani ganteng kitu kawas David Bechkam gening nya, tapi Neng kenapa masih marah sama Vira ?”

“ Audi aku...........”
“ Uda neng uda, kasian Vira dia nangis terus, harus gimana seperti apa dia minta maaf ke neng, cinta itu buta, cinta  itu misterius, ga akan pernah bisa ditebak, ga bisa diraba, ga bisa dikira, cinta itu ga bisa direncanakan kapan kita akan jatuh cinta, dengan siapa kita akan jatuh cinta, kadang juga ga memahami, cinta juga kadang datang semaunya sendiri, tanpa melihat dia siapa, neng persahabatan itu lebih berharga dari segalanya, jangan karna cinta semuanya bisa rusak”.

“ Aku salah ya Au ?”
“ Neng ga salah, tapi ego eneng yang salah. Ayu neng samperin Vira, kasian dia lagi nangis”.
“ Dimana Vira sekarang ?”
“ Dikelas”.

Dengan bergegas aku langsung lari menelusuri kelas demi kelas untuk menemui Vira sahabatku.

“ Vira ?”
“ Vey ?”
“ Kamu nangis, kenapa nangis sih ?”
“ Demi kamu, demi persahabatan kita, aku rela mutusin Riko, aku minta maaf Vey, aku janji aku rela ngelakuin apapun demi kamu, demi persahabatan kita”.

“ Ya ampun Vira, kamu itu sahabat aku, sebenarnya tanpa kamu minta maaf pun aku uda maafin kamu, aku ngelakuin seperti ini, ngejauh seperti ini semata-mata aku hanya ingin mengetahui seberapa ngerasa bersalahnya kamu sih, dan aku ga suka ada bohong-bohongan seperti yang kemarin kamu lakukan, kamu tau Vir kejujuran itu lebih bermakna dari segalanya. Aku tau Vir hati dan perasaan manusia ketika jatuh cinta itu luar biasa dan aku memahami itu, aku cuma mau kamu jujur, kedepannya jangan diulangi ya, demi persahabatan kita”.

“ Jadi kamu mau maafin aku kan?”
“ Enggak “.
“ Ko enggak?”
“ Iya aku uda maafin kamu, tapi kamu jangan bohongin tuh perasaan kamu, kalo kamu tuh sayang sama Riko, jadi samperin dia sekarang, tadi aku liat dia diparkiran, kamu jangan ngerasa ga enak sama aku, karna apa, karna sekarang aku uda punya Nouval sayang”.

Aku tertawa, Vira dan Audipun tertawa, beginilah sebuah persahabatan kadang kesetiaan kita diuji seberapa sejatinyakah persahabatan yang kita bangun itu, aku seneng kini Vira telah menyadari itu, persahabatan kami penuh warna canda dan tawa, Dalam hening aku, Vira dan Audi saling berpelukan sambil bilang “SATU PAKET”. Mereka unik.

Audi, dia berkacamata dan si kutu buku, dan dia asli orang sunda, kalo ngomong pasti banyak kata “teh dan atuh”, dia lucu, baik dan gokil deh.

Vira, konon sih cita-citanya kepengen jadi desainer baju, gimana mau jadi desainer dia aja ga bisa ngejait, zzzzzz......, Vira modis deh penampilannya, style banget gituh, baik dan ga bawel, nurut aja dia ma, hehe..

Kalau aku, mereka sih banyak jeleknya nilai aku, aku tukang tidur lah, aku malas lah, aku ini itu bla, bla, bla, dan mereka itu sering bilang katanya Vey itu orangnya sederhana dan apa adanya, awalnya sih fine fine aja dibilang sederhana dan apa adanya aku jadi senyum-senyum sendiri gituh, taunya lain maksud, katanya Vey itu sederhana dan apa adanya, saking sederhana dan apa adanya, kaos kaki aja kaga pernah dicuci, yang ada-ada aja yang dia pake, seketemunya aja, biarin kesannya jorok juga Vey ma percaya diri aja. Itu kadang si Vira atau Audi suka bilang, padahalkan iya, haha..tapi itu dulu, sekarang lebih parah, zzzzzzzzz-_- enggak-enggak sekarang aku uda bersih rajin ko, ga apa adanya lagi, ckckckck...pokonya mah hari ini aku seneng, karna persahabatan kita ini baik lagi, Vira juga uda balikan sama Riko, dan aku juga seneng saat ini ada Nouval yang baik, Nouval yang caem, cute, dan apalah itu, hahaha iya...iya...iya... pokonya sekarang aku uda merasa lengkap.

“ Vey sama Nouval, Vira sama Riko, nah akunya teh sama siapa atuh ?”
“ Audi sama aa Encep aja atuh, apanan kita teh sama-sama orang sunda, cocok lah”.
( Tukas Pa Encep Cleaning service sekolah )

Hahahaha kami tertawa melihat Audi dan pa Encep silih meledek dan kejar-kejaran.
Endingnya kami bahagia, pesannya “ guys, sahabat adalah segalanya, mencari teman itu mudah guys tapi untuk dijadikan sahabat sejati itu yang sulit, bila kalian telah memiliki sahabat sejati, pertahankan guys, dan janganlah karna cinta persahabatan jadi ancur, semoga kita semua senantiasa menjadi orang yang bermakna besar untuk teman-teman dan sahabat-sahabat kita.


Sabtu, 25 Februari 2017

Gadis Cupu Yang Selalu dibully


Saat bel istirahat tiba ia paling suka menyendiri, membaca buku adalah kesukaannya, perpustakaan bagi dia adalah teman setianya, tiada hari tanpa berkunjung keperpustakaan, hampir sebagian buku diperpus  sudah pernah ia baca, namun tak pernah bosan ia melewati jam istirahatnya untuk membaca buku diperpus sekolah.

Frida Milly, begituhlah nama lengkap gadis berkacamata tebal yang duduk disudut ruangan perpustakaan, dia memang dikenal gadis cupu, jelek, culun oleh para teman-temannya. Tak sedikitpun perkataannya ia dengarkan, bagi Frida perkataan demikian sudah tidak asing didengar dari telinganya, sejak ia SD hingga sekarang, ejekan itu memang selalu ia dengar dari teman-temannya, namun ia hanya mengabaikan dan menganggapnya seperti angin yang berlalu.
“ Eh ada si cupu tuh, males banget gue
   kalo deket-deket dia, badannya bau”.  Ujar Elisa teman sekelasnya.
Elisa dan dua temannya memang termasuk orang yang sering membully Frida, bagi mereka Frida adalah gadis yang berbeda, Frida jelek, cupu, rambut ikal dan sebagainya. Berbeda dengan Elisa yang terkenal dengan kecantikannya, dia cewek modis, kaya, berkulit putih, bertubuh tinggi, berhidung mancung, dari fisik dia memang terlihat sempurna.
Semua yang dia inginkan bisa ia dapatkan. Uang, karna uang banyak yang dia miliki.
Bagi dia semua bisa didapatkan dengan uang.

Hobby mereka memang membully orang-orang seperti Frida, namun kelebihan Frida ia adalah gadis yang sabar. Kesabaran yang Frida miliki membuat sosok laki-laki tampan mengagumi segala kesabarannya Frida.
Frida memang orang yang sabar, tetap tersenyum walau hatinya terluka, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan pula, ini yang membuat Bara jatuh hati padanya, tidak melihat kecantikan fisiknya, melainkan kecantikan yang melekat pada hatinya.

“Nama aku Bara, aku anak IPS 2” Bara memperkenalkan dirinya.
“Frida” Ia tersenyum malu.
“Aku tau kamu anak baru disini,
  kamu jangan kaget Elisa sikafnya memang seperti itu,
  aku minta jangan diambil hati” Ujar Bara.
“Iya aku mengerti”.

Frida meninggalkan percakapan tersebut, Bara memperhatikannya dari jauh, Frida benar-benar telah menarik hati Bara.
Hari-hari terlewati, ejekan, hinaan, perlakuan kasar pernah Frida dapatkan dari Elisa dan teman-temannya, setiap kali pulang sekolah Frida selalu dalam keadaan menangis dan bertubuh kotor.
Dari mulai dilempar telor, tomat busuk, disiram air, baju dicoret-coret dengan sepidol, perlakuan itu semuanya pernah ia dapatkan dari Elisa dan teman-temannya, Frida sudah seperti bahan ejekan dan leluconnya Elisa, mereka seperti bahagia jika telah membully Frida, apalagi ketika Elisa tau bahwa Bara laki-laki yang ia sukai dari dulu selalu mendekati keberadaan Frida.

Frida pulang selalu dalam keadaan menangis, ia melihat kearah cermin yang berada dikamarnya, hatinya berkata “Sejelek itukah aku?” ia meneteskan air mata.
Kali ini Frida mendapatkan kekerasan fisik dari Elisa dan teman-temannya, ingin sesekali ia melaporkan kejadian ini pada kepala sekolah, tapi apa yang bisa ia lakukan, Frida hanya terlahir dari seorang anak petani yang sederhana, Frida bisa sekolah disituhpun karna ia mendapatkan beasiswa karna prestasinya, sedangkan Elisa ia gadis yang berkuasa disekolah, karna orang tuanyalah yang memiliki sekolah tersebut, dia memang kaya raya, tak ada seorangpun yang brani melawannya. Sering kali Frida ingin berontak, tapi tiga lawan satu bagi Frida itu tak mungkin, apalagi Frida tak memiliki kekuatan untuk melawannya, Frida sangat pendiam.

Frida mulai tak tenang dan tak betah melanjutkan sekolah disini, terkadang saat makan siang tiba, tempat duduknya sengaja dibuat penuh oleh Elisa sang penguasa si ratu sombong, seakan-akan tak ada tempat untuk Elisa duduk dan makan siang dikantin, dan dari situh kini Frida selalu membawa bekal dari rumah dan lebih memilihnya makan sendirian dikelas. Tak ada satupun kawan yang berteman dengan Frida, semua itu adalah akal-akalan Elisa agar Frida tak betah melanjutkan sekolah disini.

Elisa memang orang yang tidak pernah mau tersaingi, apalagi ketika ia tau bahwa Frida lebih pintar darinya, dan Bara lebih memilih dia dari pada Elisa.
Frida yang selalu dipuji oleh guru membuatnya menjadi semakin geram, dan sekuat mungkin ia mencari banyak berbagai cara untuk membuat Frida pergi dari sekolah ini, namun kesabaran Frida membuat tingkah mereka semakin menjadi-jadi.
Terkadang teman-teman sekelasnya merasa Iba terhadap perlakuan Elisa kepada Frida, termasuk Bara, Bara selama ini memang yang selalu ada untuk mendengar keluh kesah dan sekedar memberi semangat pada Frida sigadis cupu ini, namun pertemuannya hanya sebatas diluar sekolah, saat berada dilingkungan sekolah Bara sengaja menjauhi Frida karna ia takut Elisa semakin menjadi-jadi.
Plaaaakkkk....
Dilemparnya penghapus papan tulis pada muka Frida, Elisa dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak melihat wajah Frida kotor dengan bekas kapur. Lalu Frida membereskan buku-bukunya dan memasukannya kedalam tas warna biru mudanya, ia berlari membawa tasnya, ia keluar dari kelasnya, sebelum keluar Frida tersenyum manis pada Elisa dan berkata “Terimakasih atas segala perlakuanmu terhadapku selama ini, semoga kamu bahagia, apalagi setelah apa yang kamu inginkan bisa terwujud, kamu ingin aku keluar dari sekolah ini bukan? Tapi caramu salah, tanpa kamu sadari kamu telah menyakiti hati seseorang, kamu tidak pernah membayangkan kalau posisi kamu berada di aku yang selalu di-bully oleh orang-orang jahat sepertimu, selamat tinggal”. Elisa berhenti dari tawanya, Frida berlari melewati lorong kelas, ia menangis tersedu-sedu.

Brrraaakkkkk.....
Tanpa sengaja Frida menabrak Bara.
“Frida kamu kenapa?” Bara bertanya.
Frida menutup mukanya, ia berlari meninggalkan Bara, Bara mengejarnya.
“Frida tunggu....!!!”
Frida berhenti disebuah jembatan, Frida menjatuhkan tasnya. Bara mendekat.
“Frida aku minta maaf aku nggak bisa menjaga kamu disini”
Frida terdiam.

Bara mendekat, Frida menghela nafas dalam-dalam, ia mengusap air matanya. Ia menoleh kearah Bara, Frida tersenyum seraya berkata “Nggak apa-apa, terimakasih selama ini kamu telah menjadi teman baikku, mungkin aku tidak pantas berada disini, berada dilingkungan orang-orang yang kaya, aku sadar aku berbeda dari mereka”
Bara mendekat.
“Dengan kamu berbicara seperti ini
  bukan berarti kamu ingin pergi dari sekolah ini kan?”
Bara Bertanya.
Frida menundukan kepala.
“Hari ini adalah hari terakhir pertemuan kita
  Besok biar orang tuaku yang kemari, aku ingin keluar”.
“Kamu menyerah?” Gumam Bara.

Frida tersenyum.
“Aku ingin seperti yang lainnya, yang punya banyak teman disekolah, ikut bercanda dan tertawa bareng teman, aku tidak ingin aku terus-terusan dibully seperti ini oleh mereka, aku ingin benar-benar nyaman tanpa tekanan ketika aku berada disekolah, kamu tau Bara setiap malam aku selalu takut ketemu hari esok, aku takut berangkat sekolah, aku memikirkan hal apalagi yang terjadi ketika aku berada disekolah, semua sudah aku dapatkan disini, apa aku akan terus begituh? Aku lelah jika pulang sekolah aku harus selalu menangis karna perilaku Elisa dan teman-temannya, aku rasa ini memang saatnya aku pergi dari sini”.
Bara mendekat dan merasa menyesal karna tidak selalu ada saat ia sedang membutuhkannya. Bara membuka kacamata Frida, Bara mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan wajah Frida dari kapur, Frida menangis, dalam hening Bara menghapus air mata Frida.
“Aku mohon berhentilah menangis, dadaku sesak melihatmu menangis”.
Frida mencoba tegar dan tersenyum, dia sangat terlihat cantik dan manis tanpa kacamata yang ia kenakan tersebut.
“Sebentar lagi jam istirahat akan habis,
 cepat kamu masuk kelas, aku pamit” Ujar Frida.
Tenggorokan Bara terasa mencengkam, hatinya pilu, seakan tak rela gadis yang ia cintai pergi.
“Tapi kamu masih tetap dikota ini kan?” Ujar Bara.
“Tidak, aku akan kembali ke kampung,
  Tempat lahirku, sudah bosan aku disini,
  Dari SD sampai sekarang aku disini,
  Aku ingin disana saja menjadi gadis desa, bukan gadis kota,
  Aku sadar aku nggak pantas dikota”. Ujar Frida.
Bara manahan air matanya, rasanya ada sesuatu yang ingin ia ucapkan, adalah kata cinta, tapi tak berani ia ungkapkan, Bara berharap agar kelak nanti Tuhan akan mempertemukannya kembali.
“Aku pamit”.
Frida meninggalkannya.
“Kamu baik-baik disana”. Teriak Bara.
Kini bagi Bara hanya tersisa senyumannya, senyuman Frida.

Bayang-Bayang Semu


Bayang-Bayang Semu

Namanya pernah aku tulis dalam lembaran-lembaran diaryku, ingin sekali aku bercerita pada dunia, bahwa hadirnya pernah mengisi hari-hariku, aku tau kehadirannya begituh singkat dan sederhana, tapi semua meninggalkan cerita, meninggalkan kenangan yang sampai sekarang selalu aku ingat.
Namanya Adit, dia sosok laki-laki yang sederhana, dia memiliki senyum yang manis dan ramah, aku sangat ingat saat pertama kali kita bertemu dan berkenalan, saat itu aku masih duduk dikelas tiga SMA, kita saling diam-diaman, kita seperti kehabisan kata untuk memulai cerita, pernah aku salah tingkah dibuatnya, gara-gara ketika aku lagi makan, diam-diam dia memandangiku, aku menjadi malu, pipiku menjadi merah tak menentu.
Dan saat itu pula, aku rasa dia berhasil menarik hatiku, padahal cuma pertemuan pertama,  berhasil membuat aku susah tidur,  berhasil membuat aku senyum-senyum sendiri, dan rasanya tak sabar untuk bertemu hari esok.
Yang aku ingat pada saat itu, ngedate pertama aku dan Adit sukses, aku pulang membawa cerita yang tak bisa aku lupa, dan moment ini pastinya wajib aku tulis dalam buku diaryku.
Aku sering senyum-senyum sendiri ketika memikirkan moment itu, entahlah aku sendiri kurang mengerti.
Bandung adalah kota pertama kalinya dimana aku bisa ngedate bareng sama dia, cuaca sangat damay, apalagi jika kulihat senyum ramah yang terlintas pada wajah Adit, rasanya nyaman, damay, juga bahagia.
Tingkahku memang saat itu begituh polos, masih seperti anak kecil yang manja, makan minta disuapin, kalo cape jalan minta dipijitin, kalo kedinginan minta dipakein switer, Ahahaha tapi boong, dan semua itu tentunya hanya ada dalam khayalanku saja.
Aku pernah menantang dia lari dan menaiki bukit, dan tantangan aku dia terima.
“ You are ready Adit?”
“Yes, I am ready...”
“Pasti aku yang menang,
  aku uda biasa loh naik gunung”. Bisiku padanya.
Adit tersenyum.
“1......2......3.....mulai..!!!”
Aku berlari menuju keatas bukit, ditengah jalan aku jatuh, celanaku kotor dipenuhi rumput.
“Aw....sakit” Gumamku seraya membersihkan celana.
Adit menghampiriku, dia duduk dan ikut membersihkan celanaku, dia membersihkan rumput-rumput yang menempel pada celana jeansku. Jantungku rasanya berdetak kencang, sesekali aku memandanginya, namun saat dia menoleh kearahku, langsung ku alihkan pandanganku.

“Aku bisa sendiri,
  ya uda kita keatasnya jalan bareng aja”. Kataku yang terlihat salah tingkah.
Kami berjalan beriringan menuju keatas bukit, tiba-tiba Adit memegang tanganku karna iya tau aku kesulitan naik, karna sepatu yang aku kenakan.
Sesampainya diatas, kulihat pemandangan yang begituh indah, sejuk. Aku merasa hari ini menyenangkan, seperti tak punya beban apapun, apalagi aku dibuat nyaman oleh Adit.
“Mau aku fotoin nggak?” Ujarku seraya mengeluarkan sebuah phonsel.
“Tidak, kamu saja...!” Jawab Adit tenang.
“Sudah jangan malu-malu,
  aku tau kamu cowok narsis, aku potret yah!”.
Akhirnya Adit mengalah, dan aku memotretnya.
“Ok tunjukan gayamu yang keren”. Ujarku.
“Oh tidak-tidak jangan begituh,
  tanganmu masukin ke saku celana!” Ujarku mulai cerewet.
“Senyumnya mana?” Ujarku kembali.
Adit tersenyum, seperti yang aku bilang, Adit memiliki senyum yang manis nan ramah.
Ngedate aku bersama Aditpun seharian sukses, pulang dalam keadaan sehat dan selamat, Adit menjagaku.
Saat malam tiba, bayangannya datang dalam angan-anganku, membuat hatiku menjadi tak menentu, kalo kata lagunya JKT48 “Seperti pocorn yang meletup-letup kata-kata suka menari-nari, wajahmu suaramu selalu ku ingat dan membuatku menjadi tergila-gila”.
Hari demi hari silih berganti, hubugan aku dan Aditpun semakin hari semakin dekat, telvonan, smsn, chattingan, jalan bareng, makan bareng, pulang sekolahpun sekarang jadi ada tukang ojeg gratisnya, hhaha..pokonya hariku terasa lebih semangat. Dan saat itu pula aku semakin yakin kalau aku bisa move on dari yang dulu, semenjak ada Adit.
Sepulang sekolah, hari itu aku berniat untuk pergi makan diluar bersama teman dekatku, aku sengaja melintas kedepan sekolahnya dan berharap bisa bertemu atau berpapasan dijalan dengannya, namun harapanku sia-sia.
Mall adalah tempat yang aku pilih untuk makan siang, tanpa sengaja aku melihat Adit, aku seneeeeeeengggg banget, aku berharap Adit mau gabung dan makan bareng bersama kami, aku berdiri dan niatnya ingin menyapa dia.
“A.............” Sapaanku berhenti disituh, aku tak melanjutkannya, aku melihat Adit menggandeng wanita lain, dan tingkahnya sangat perhatian pada wanita itu, dadaku terasa sesak, sakit sekali,  rasanya aku ingin menangis ditempat itu pula, sekuat mungkin aku menahan air mataku agar tidak terjatuh begituh saja, aku menatap gelang pemberian darinya, yang aku ingat saat dia memberikan gelang ini untuku dia mengungkapkan kata suka padaku, rasanya saat itu aku benar-benar bahagia, yaaah ketika Adit bilang “Aku suka kamu”.
“Dasar Cowok...!!!” Aku menggrutu kesal dan mencabut gelang yang aku pakai.

Rasanya pada saat itu selera makanku menjadi hilang begituh saja.
“Kita cari tempat makan lain yuk, disini panas”. Ujarku.
Namanya juga cewek, hatinya memang mudah tersentuh, kalo uda terluka seperti itu cuma air mata yang bisa mewakili perasaannya.
“Tiba-tiba aku nggak enak badan,
  Maaf yah kita nggak bisa makan bareng, aku mau pulang saja”.
Aku melontarkan alasan tiba-tiba begituh saja, otomatis itu membuat temanku kecewa.
Sesampainya dirumah, aku masuk kedalam kamar dan menangis sejadi-jadinya, rasanya sakit dan kecewa sekali, disaat aku senang karna akhirnya ada juga yang bisa menarik hatiku dari yang dulu, namun miris A atau B semuanya sama saja hanya seperti angin yang berlalu begituh saja, dan kini dia cukup menjadi ceritaku, walau terkadang bayang-bayang indahnya datang dalam malamku, namun yang ku tau itu hanya bayang-bayang yang semu, menyakitkan.

The Champion

The Champion

If you’re not the one
Then why does my soul feel glad today?
If you’re not the one
Then why does my hand fit yours this way?
If you’re not the mine
Would I have the strength to stand at all?

Dalam heningnya musim panas, gue asik dengerin lagunya Daniel Bedingfield yang berjudul If you’re not the one, dan lagu ini bener-bener bikin gue sedih banget, yah sedih, sedih karna gue nggak tau artinya. Ditengah-tengah kesedihan gue, tiba-tiba gue keingetan tentang sosok seekor sahabat, mmm maksud gue seorang sahabat yang bernama Rifa. 

Ifa adalah nama panggilan siangnya, kalo nama panggilan malemnya Ifeh ( Just Kiding...! ). Gue juga sekarang masih mikir kenapa gue sama Ifa bisa bersahabat dekat seperti ini, padahal pada mulanya kita adalah saling cuek, saling benci, saling ini dan saling itu. Namun dibalik semua itu, ternyata Tuhan merencanakan sesuatu buat gue, yang pada mulanya saling cuek sekarang bisa jadi dekat seperti ini. 

Gue nggak tau pertemuan ini takdir buat gue atau bukan, yang jelas gue nggak pernah nyesel bisa mengenal Ifa, meskipun belum beberapa lama gue kenal Ifa, tapi gue serasa uda kenal lama sama dia. Awalnya gue termasuk sosok cewek yang dibenci oleh Ifa karna sikaf gue yang terlalu cuek sama orang dan Ifa telah menenilai gue sebagai seorang gadis yang sombong. Begitupula dengan gue yang udah menilai Ifa sebagai anak urakan yang nakal, yang nyebelin, yang suka ribut, yang suka makan orang, dan bla..bla..bla.. 

Ternyata setelah Tuhan mempertemukan kita, kita belajar mengenal satu sama lain, dan seharian itu gue mengenal Ifa serasa uda setahun, dari situh gue mikir ternyata Ifa tidak seburuk yang gue fikirkan, begituh pula dengan Ifa yang mencabut penilaian gue dari daftar cewek sombong disekolahnnya. Intinya gue sama Ifa sama-sama belajar bahwa jangan mudah menilai seseorang hanya dari luarnya saja, kenali terlebih dahulu sebelum menilai, karna yang tampak indah tak selalu indah, dan yang tampak buruk tak selalu buruk. 

Wajah Ifa memang biasa saja, dia sosok laki-laki yang berkacamata tebal, memiliki raut muka yang polos, matanya agak sedikit teduh, kulitnya berwarna sawo matang. Pikirkan saja sendiri, apakah dia termasuk kedalam tujuh laki-laki paling tampan atau paling jelek se kampungnya. 

Gue kenal sama Ifa saat menjelang detik-detik terakhir masa putih abu gue habis, saat itu angkatan gue sedang membuat video catatan akhir sekolah, yaa disitulah sebuah persahabatan gue dan Ifa bermula. Hari demi hari silih berganti dari senin ketemu senin, dari yang manis sampai yang pahit kita bersama, gue ngerasa uda kenal deket dan uda kenal lama sama sosok pria berkacamata tersebut. Gue ngerasa have fun aja setiap kali gue lagi bareng Ifa atau teman-temannya, gue bisa tertawa lepas dengan segala banyolannya yang konyol, apalagi kalo dia lagi ketawa, ketawanya emang alay banget berlaga ala sepengebop. 

Karna kita sering bersama-sama, orang-orang sampai mengira bahwa kita memiliki hubungan yang lebih dari teman, yang biasa disebut “pacaran”. Ini yang gue nggak suka ketika gue bersahabat dengan cowok, penilaian orang pasti mengarah kesituh. Namun gue dan Ifa nanggepinnya biasa-biasa aja. 

Tentunya dalam menjelang detik-detik terakhir kita disekolah, kita bikin sebuah moment yang nantinya akan menjadi sebuah kenangan dimasa putih abu, dari mulai makan bareng, ngumpul bareng, selfie bareng, jailin orang, jalan bareng, dan sebagainya. Semua itu bikin gue cukup menyenangkan diakhir-akhir masa putih abu gue, apalagi ketika kita dan segerombolan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan paling sexsy jalan bareng kesebuah bukit yang sejuk, indah buat jadi tempat tongkrongan mengisi hari-hari akhir disekolah. Gue, Rifa, Tyo, Fadila, Ikbal, Dedi, Satoin, dan Agus. Dibukit itu kita pernah berbagi cerita, canda dan tawa semua have fun, dan gue masih teringat jelas bahagianya kita diatas bukit itu, kita seperti kembali dimasa anak kecil yang belum mengerti apa-apa, yang tak punya beban hidup atau masalah apapun, dan entahlah yang gue pikirkan sekarang apa mereka masih mengingatnya atau tidak. 

Itu perjalanan gue dimasa putih abu, yang punya banyak berbagai cerita yang akan gue simpan dalam lembaran-lembaran diary dan memory gue. Selanjutnya gue ingin menceritakan ketika hari perpisahan sekolah telah tiba, cewek diwajibkan memakai kebaya, dan cowok memakai jas. Selesai dari salon gue dijemput sama Ifa, dijalan orang-orang pada ngeliatin kita, mungkin kita uda dikira penganten kabur, tapi gue si cuek-cuek aja sambil megangin sepatu high heels gue. Sampai disekolah Ifa jalan duluan Ifa ninggalin, gue uda pengen nangis aja, mana ribet pake kebaya, jalannya harus pelan, mana pake sepatu hak tinggi, secara gue belum biasa, terus gue uring-uringan nggak jelas, baru Ifa ngerti dan nungguin jalan. 

Sudah puas dengan acara perpisahan disekolah, gue dan Ifa sekarang tinggal merencanakan masa depan ke jenjang berikutnya, mungkin pemikiran ini memang sudah dipikirkan jauh-jauh hari, sekarang tinggal bertindak, tanpa berfikir panjang lebar, setiap ada lowongan kerja kita selalu berani mencoba, apapun itu. Tempat pertama yang kita tuju adalah Mall, kita pergi melamar pekerjaan disana sepulang dari acara perpisahan. Uda panas-panasan, cape-capean, akhirnya sampai lokasi juga, kita disuru nunggu lama, gue si uda nggak sabar aja pengen pulang pengen tidur, tapi dengan polosnya Ifa ngeluarin kata-kata bijak yang biasa aja, “Sabar Bel sabar segala sesuatu harus diiringi dengan kesabaran”. 

Baru decch gue masuk buat interviu, ceritanya. Gue sama Ifa PD aja masuk, tau-tau itu yang bakal ngeinterviu sombongnya bikin gue naik darah. Pake marah-marahin si Ifa “Heh kamu-kamu ngapain disini, saya nggak butuh karyawan cowok, keluar-keluar”. Gue uda nggak tega aja ngeliat sahabat gue diusir-usir gituh aja, dan pas diinterviu gue jawabin aja dengan ala-ala gue yang jutek, terus dia bernada tinggi, gue jawabin aja “Saya mundur aja bu, buat ngelamar disini” Gue pamit pergi, uda gondok banget gue ma tuh orang sombongnya serasa dunia itu milik dia, Oh No!!!. 

Gue nemuin Ifa, dia lumayan nunggu lama, gue ngeliat wajah Ifa nampak sedih dan kecewa, dan kadang disituh gue ngerasa sedih, dia juga marah-marah nggak jelas sambil bilang “Kalo tuh orang ada dikampung gue, bakal gue jepat tuh orang” Mungkin dia lapar gue ngerti, terus kita langsung nyari makan dan tiba-tiba keluar deh ni kata-kata bijak “Dewasa adalah ketika kita mampu bersikap lebih bijak dan tidak emosional dalam menghadapi suatu masalah”. 

Dan hari-hari berikutnya gue mulai mencari kerja kembali, dapet info loker dari sekolah, dan guru gue yang bawa. Kita mencoba kembali, gue seneng soalnya kali ini gue nggak cuma berdua tapi se RT, ada in the geng juga. Gue, Ifa, Ayu, Dedeh, Ikbal, Sidik, Wawan, Gofur, semua temen-temen deket gue. Rame kita bakal mes bareng, uda kaya main aja. Disini suatu kebersamaan sangat terlihat, dari mulai saling membantu, saling menjaga, saling melindungi, saling membangunkan dikala jatuh, pokonya kompak bener. Ternyata kerja itu lebih melelahkan dari pada belajar, gue sampe tiap malem nangis disini kangen papa, kangen mama, maklumlah masih manja-__-. 

Gue mikir mungkin seperti inilah rasanya kerja, tapi sosok ayah tak pernah mengeluh untuk terus bekerja dan mencari uang untuk menghidupi dan menafkahi anak istrinya, luar biasa mulia. Tiap hari bangun pagi sebelum matahari terbit, pulang kerja harus belajar sampai malam buat modal kita menarik konsumen, maklumlah kerja disebuah perusahaan CV, kadang gue mau nyerah, dari semua banyaknya siswa yang daftar disini, sekarang hanya beberapa orang yang bertahan, miris dari asal sekolah gue, ceweknya cuma gue sendiri yang bertahan, gue pengen mundur tapi Ifa nyemangatin terus, ya uda gue nyoba bertahan dan bertahan, disini lelah banget, karna tidur bagi kita termasuk barang langka. 

 Dalam heningnya malam, gue duduk berdua sama Ifa didepan tempat mes gue, gue nangis gue pengen pulang, disini lelahnya luar biasa, kurang tidur, panas-panasan terus, tidur harus berdesak-desakan, mandi ngantri, tempat mes bising dan kotor, gue nggak betah, gue uda pengen pulang. Ifa nyemangatin gue lagi, kita menatap bintang membicarakan mimpi, visi dan misi hidup. Gue, Ifa yakin meskipun impian gue atau Ifa setinggi bintang, gue yakin bahwa mimpi itu pasti akan tercapai. Terus berdoa, bekerja keras, berusaha dan berjuang. 

Kita berusaha bertahan dan berjuang ditempat ini, tapi kenyataannya kita tidak menyukai tempat ini, dan kita berdiskusi bersama dengan yang lainnya, dan tujuan sudah mantap, ( Go....!!!! ). Kita juga yakin bahwa rezeki kita pasti bukan hanya ditempat ini saja, tempat ini akan menjadi pengalaman, pelajaran, yang akan menjadi pegangan kita dikala kita telah menjadi orang yang berhasil. Amin... 

Setelah keluar dari tempat ini, kita melamar kerja ditempat lain mencoba melamar bekerja dimini market, gue keterima dan Ifa tidak, gue sedih dan gue nggak mau kalo nggak sama Ifa, mungkin pemikiran gue saat itu masih labil, masih sering ikut-ikut temen, masih kepikiran nantinya gue takut gak punya temen sekeren dan sekonyol Ifa, gue mundur dan Ifa bilang “Kamu jangan takut untuk melangkah sendiri, kamu baik dan ramah, pasti banyak yang ingin berteman dengan kamu, jangan hanya mengikuti orang lain, rezeki orang itu berbeda, Tuhan telah mengaturnya, mungkin rezekimu disini jangan fikirkan aku” dan gue nuruti permintaan Ifa, gue dan Ifa jalani kehidupan masing-masing, gue nunggu panggilan kerja dari mini market tersebut, dan pada akhirnya gue diajak guru gue buat kerja diusaha kecilnya, gue dikasih kepercayaan buat menjadi Adm disebuah toko elektro. 

Gue dateng dan diinterviu, gue lolos dan masuk, saat gue interviu, dengan setianya Ifa nungguin gue, dia emang sahabat yang baik, gue nggak nyangka banget bakal sedeket ini. Gue uda keterima, gue sedih gue bakal berpisah jarak sama Ifa, Ifa bilang “Jangan takut, disana kamu akan bertemu dengan teman-teman yang lebih baik dari aku, bekerjalah dengan benar, masih bisa komunikasi, jadi jangan khawatir, berjuanglah untuk masa depanmu”. Gue senyum sambil bilang “Terus rencana loe mau kemana?” Ifa senyum sambil jawab “Mau kuliah diBandung” hati gue bener-bener pilu banget, jarak gue sama Ifa semakin jauh, gue takut sama yang udah-udah, ditinggal pergi kuliah sama seseorang terus gue dilupain gituh ajah, secara pasti disana bakal mengenal banyak teman, apa sieh gue, cuma cewek manja yang merepotkan. 

Pas Ifa bilang gituh ke gue, gue pengen nangis, perjuangan kita, kebersamaan kita bakal dipisahkan oleh jarak. Ifa nyemangatin gue biar sama-sama berjuang meraih mimpi, gue senyum-senyum sambil bilang iya, iya,iya. Itu perjalanan gue sama my best friend, dan gue juga gak tau uda keberapa kali gue gunta ganti tempat kerja, dan bertahan paling lama cuma sebulan, dan sekarang gue uda kerja di Perusahaan besar milik orang Taiwan, seenggaknya gue ngerasa lebih baik disini, gue ngerasa uda masuk zona nyaman, gue bersyukur Allah telah memberikan rezeki untuk gue, ya bersyukur uda jadi karyawan tetap, uda bisa kuliah pake uang sendiri, tiap bulan masih bisa berbagi rezeki buat orang tua, dapat teman-teman yang baik pula. Allah benar-benar baik, dan mendengar doa-doa gue, dan ternyata apa yang Ifa bilang selama ini kalau dia percaya bahwa gue bisa berdiri sendiri dan bisa berjalan sendiri tanpa orang lain ternyata benar-benar terbukti, bahwa gue mampu berdiri sendiri, berjalan sendiri, dan dapat mandiri. 

Mudah-mudahan kelak nanti ketika gue uda jadi sarjana, gue dapat melangkah kejenjang yang lebih maju dan lebih baik, menciptakan lapangan kerja sendiri, mungkin. Masa sulit adalah pondasiku, semua ini akan aku jadikan kekuatan dan pegangan agar tidak terhanyut oleh kesombongan duniawi. 

 Real success is determined by to factor. First is Faith, and second is action. ( Kesuksesan sejati ditentukan oleh dua faktor. Pertama dalah keyakinan dan kedua adalah tindakan ). Keep going and never quit! The champion is never quit. ( Terus maju dan jangan pernah berhenti! Sang juara tidak pernah berhenti ). Jadi demikian adalah cerita yang ditulis tiga tahun yang lalu saat aku masih semester 1. 

Dari dulu hingga sekarang aku masih tetap suka menulis. Jadi terus baca cerita demi ceritaku yah. Terimakasih untuk yang sudah mampir baca diblog Belinda.

Berikut adalah foto-foto kita dibeberapa tahun yang silam :D xD