Selasa, 29 Januari 2019

Namanya Sukarjo


Namanya Sukarjo

Pagi ini langit begituh cerah, mentaripun begituh indah menyinari dunia, seakan aku tak ingin meninggalkan mentari yang bersahabat untuk hari minggu ini, dan aku bergegas bangun dari tempat tidurku dan berhenjak cuci muka lalu bersiap-siap untuk menikmati pagi ini dengan bersepedah.

“ Mah aku berangkat” Sapaku seraya menggoes sepedah.
Sepanjang perjalanan aku menikmati segarnya cuaca pagi didesaku, tiba-tiba...

Prrrraaaaaaakkkkkkkk....
Seseorang telah menabraku dari belakang, dia memakai sepedah yang berukuran lebih besar dari sepedahku.
“ Woy liat-liat dong, kalo nggak bisa naik sepedah
  mending gak usah bersepedah sekalian”. Ucapku bersuara tinggi.

Dia mendekat kearahku seraya menolong dan mengatakan kata maaf.
“Sorry tadi seketika aku melepas kacamataku” Ucapnya.
“ Oh ya uda enggak apa-apa”. Jawabku datar seraya melanjutkan perjalanan.
Sebersit senyuman dihari senin
“Good beautiful morning..!
  I feel a fabulous day coming on” Ucapku seraya tersenyum didepan cermin.
“ Mah aku berangkat”
Dan tentunya anak yang baik selalu berpamitan kepada orangtua seraya mencium tangannya sebelum berangkat sekolah.
“ Hati-hati, sekarang kamu bawa uang banyak untuk bayar SPP sekolah” Ucapnya.
“ Siap mah...” Ucapku seraya tersenyum.

Setiap hari senin tiba, aku memang berangkat lebih awal dari pada hari-hari biasanya, karna aku nggak mau satu kalipun bolos upacara karna kesiangan.
Seperti hari biasanya, pulang dan berangkat sekolah aku menggunakan angkutan umum, bagiku ini menyenangkan, dimana aku bisa saling bersapa dengan penumpang lainnya, setiap paginya aku selalu mendapatkan pelajaran yang berharga, dari mulai melihat seorang bapak yang bangun pagi bekerja keras untuk keluargannya, seorang ibu yang pagi-pagi harus kepasar, pengamen, semangatnya seorang pedagang asongan, dan orang-orang yang berlalu lalang lainnya.

“ Permisi geser sedikit” Ucap seorang laki-laki padaku.
Aku menggesernya, dan duduk dekat dengan jendela, aku menyenderkan kepalaku, sesekali kubuka buku untuk menghilangkan kepenatan.
“Awwww. . .” Desusku merasa sakit.
“ Maaf “ Ujar laki-laki tersebut.
Aku menengok kearahnya.
“ Kamu lagi....?” Ucapku.
Dia tersenyum.
“ Uda dua kali ini kamu bikin tingkah terus sama aku”. Ujarku seraya memalingkan wajah.
“ Akk.......” Ujarnya seraya mencoba berbicara.
“ Uda nggak usa ngomong, nggak apa-apa”. Jawabku getus.
Beberapa menit kemudian, aku turun dari angkutan umum tersebut karna telah sampai disekolahan tercinta.
“ Fellin...Fellin....” Ujar sahabat karibku memanggilku.
“ Heyyy......” Aku tersenyum.
“ Bukunya nggak dimasukin ditas?” Ujarnya.
“ Oh tadi aku habis baca didalem mobil, biasa biar nggak terasa jenuh, hehe”. Ucapku.
“ Dasar kutu buku”. Ucapnya seraya meledek.
“ Tadi aku ketemu cowok berkacamata, nyebelin uda dua kali dia bikin BT, kayanya dia tuh seusiaan aku gituh”. Ujarku.
“ Pasti kamu jutekin, kebiasaan buruk emang jutek sama cowok”.

Dia berlalu meninggalkanku, akupun mengecek kembali uang bayaran yang kuselipkan kedalam buku yang aku baca tersebut. Tiba-tiba.......
“ Naumi.....” Ucapku cemas.
“ Ada apa, ayok cepetan!” Ucapnya seraya membalikan badan.
“ Aku rasa uangku hilang”
“ Coba dicek lagi” Ujarnya.
Aku dan Naumi mengecek seluruh isi yang ada didalam tas ku serta saku baju dan rok ku.
“ Naumi hilang” Ucapku cemas.
“ kok bisa hilang, apa ketinggalan dirumah? Ucap Naumi menenangkan.
“ Tidak Naumi tadi aku yakin benar sudah aku simpan didalam buku ekonomi ini.
   Apa jangan-jangan jatuh didalam mobil, haahh ceroboh sekali aku”.
“ Berapa jumlahnya?”
“ Dua bulan SPP ku”. Ucapku lemas.

Tiba-tiba.....
“ Hey-hey.....”
Suara seorang pria mendekatiku, pria berkacamata tersebut.

“ Ini buku bayaran SPP milik mu bukan?
   tadi aku temukan dibawah kursi yang kamu duduki tersebut, namamu Fellinia putri? Coba dicek isi uangnya.

Aku mengecek isi uang tesebut,
“ Bener “ Ucapku datar.
“ Kamu sekolah di SMA Wijaya?” Naumi bertanya.
“ Iya “ Jawab laki-laki berkacamata tersebut.
“ Wah SMA favorit dong, tapi kan masih jauh dari sini, kamu tidak takut kesiangan?”
“ Tidak, aku masuk pukul 07.30”.

Teeettttttt.........teeeetttttttttt.....teeetttttt.....

“ Naumi bel upacara berbunyi ayok cepat sebelum gerbang ditutup”.
Aku berlalu meninggalkan sosok pria berkacamata itu tanpa mengucapkan kata terimakasih atau senyuman sedikitpun. Beberapa jam berlalu, pelajaran dihari senin pun berakhir. Aku bergegas pulang, kini aku sudah berada didalam mobil, nampaknya seorang laki-laki duduk disamping kursiku. Aku lirik kearahnya, dia....laki-laki yang tadi pagi mengembalikan uangku. Rasanya ingin mengungkapkan kata namun rasanya tenggorokan ini begituh mencengkam. Dia sama sekali tidak menyapaku, apa karna aku terlalu jutek kepadanya, hingga pada akhirnya aku menyapanya.
“ Hay...” Aku sedikit tersenyum.
Dia hanya tesenyum membalas sapaanku, dia bertubuh tinggi, berkulit bersih, berkacamata dan berlesung pipi saat ia tersenyum padaku.
“ Namaku Fellinia, kamu boleh panggil aku Fellin”
Aku membranikan diri berkenalan, ini adalah pertama kalinya.
“ Namaku Sukarjo”
Kami bersalaman.
Aku memalingkan wajah dan tak kuasa menahan tawa.
“ Sukarjo???” Ucapku dalam hati.
“ Kamu kenapa ketawa, ada yang lucu ya?
   Apa ada yang salah sama namaku?” Ujarnya.
“ Tidak, tidak, aku cuma sedikit heran aja, kamu orang jawa?”
“ Aku orang Padang ko”
“ Namanya....?
“ Apa kamu mau bilang nama aku kaya orang Jawa?”
“ Iya begituhlah, tapi enggak masalah sih apalah arti dari sebuah nama, yang penting hatinya baik, iya kan?”

Dia tertawa, tawanya begituh lucu dengan kedua lesung pipi yang indahnya, Sukarjo.

 Sekian.

Cerpen ini di buat saat aku masih SMA, sayang aja kalo di buang. :D

Rabu, 16 Januari 2019

Dreaming


Dreaming

Suatu hari terjadi, hari begituh cerah laksana embun yang membasahi daun, burung silih berganti saling menyapa, mentari pagi begituh bersahaja, bersama matahari, hari akan dimulai. Terlihat sosok seorang gadis yang berdiri seraya menatap matahari. Dia terlihat jauh lebih dewasa, anggun, dan bersahaja. Dia seorang wanita karier, meski lima tahun telah terlewati, senyuman, tatapan matanya, sikaf pemalunya yang kadang-kadang muncul masih sama seperti dulu, dikala dia masih menjadi seorang gadis remaja. 

Sesekali dia duduk seraya melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, hmmm dia masih gadis itu gadis yang selalu mengenakan jam tangan warna pink, dia masih gadis itu, gadis yang berwajah manis,dia masih gadis itu, gadis yang menyukai senja, dia masih gadis itu gadis yang sangat ceria, dia juga masih gadis itu, gadis yang gemar menulis juga bercerita. Namun kegemarananya dalam menulis tidak seperti dulu yang hanya dipendam begituh saja, cita-citanya, ya.....cita-citanya, dia begituh sangat senang ketika mimpi dan cita-citanya tercapai, dia benar-benar bisa menjadi seorang penulis, bahkan buku-buku dan karyanya sudah ada ditoko-toko buku atau digramedia diseluruh Indonesia, kecintaanya terhadap menulis, mimpi-mimpinya selama ini, perjuangannya selama ini dan juga doa-doanya selama ini ternyata tidak sia-sia, diapun percaya akan janji Tuhan bahwa ternyata “Sehabis hujan pasti akan ada pelangi” awalnya dia tidak percaya bahwa sehabis hujan pasti akan ada pelangi, namun ketika semua kejutan terindah itu datang, dia masih seperti berada didalam mimpi, dia sangat tidak percaya dengan apa yang dia dapatkan, dia sangat senang, bahkan air mata bahagia itu benar-benar menetes, ternyata dia benar-benar percaya bahwa tidak semua kejutan yang datang padanya itu hanya kejutan yang pilunya saja, buktinya yang manis bisa dia dapatkan.

Dan itulah buah dari penantian yang sabar, yang spesial dari dia, dia seorang yang bekerja keras, pantang menyerah dan selalu berusaha. Amanda Aprilia adalah nama lengkapnya, dia biasa di panggil Manda.

Awal mulanya Manda gemar sekali memposting tulisannya disebuah media sosial, panjang cerita, ternyata tulisan dan tulisannya dibaca salah satu jurnalis pencatat berita dalam sebuah koran harian, dia sedang mencari penulis yang bersedia bekerja untuk mengirim naskahnya kapanpun yang dia minta, gadis itu dengan sangat senang hati sangat bersedia, meski dia adalah seorang wanita karier. Rezeki memang bisa datang kapanpun, tanpa di sangka tanpa di duga yang penting jangan pernah menyerah, dan tetap selalu berusaha dan berdoa, karena doa adalah senjata orang beriman, ternyata kekuatan doa bisa menembus segalanya, sungguh doa begitu ajaib bukan? jadi jangan pernah berhenti untuk terus meminta dan berdoa.

Malam hari Manda meluangkan waktunya untuk menulis dan menulis, panjang cerita, tulisannya yang berawal hanya dari koran harian, ada satu editor yang mencari-cari sosoknya, hingga dia ditawarkan untuk menulis novel, awal mulanya dia selalu berkata “Aku nggak bisa nulis novel” namun editor tersebut percaya, bahwa kemampuan dalam dirinya dapat di asah hingga tajam. Gadis itupun akhirnya membranikan diri untuk mencoba menulis novel, tulisan yang lebih panjang isi ceritanya dari yang biasa iya tulis. 

Tulisan pertama sukses, editor menyukainya, dia sangat membantu gadis itu, membantu bagaimana menulis yang baik hingga disukai banyak pembaca, menjadikan setiap tulisan itu seakan hidup, menjadikan seakan pembaca berada didalam cerita tersebut, dia diberi banyak pelajaran, motivasi dan sebagainya. Dia masih serasa berada didalam mimpi, atau dia selalu berkata “Tuhan telah mengirimkan malaikat baik untukku”, seperti itulah gadis itu. Dan sekarang namanya sudah dikenal banyak orang, dia sangat bersyukur dan berbahagia.

Hari ini Manda sedang mengikuti pameran karya anak bangsa, Manda mengikuti acara pameran ini, dalam keramayan banyak orang, ada satu laki-laki yang selalu  dia perhatikan dari jauh, dia merasa bahwa dia sangat kenal dengan laki-laki yang berada tak jauh yang berdiri di dekatnya, sesekali dia memperhatikan pria yang berdiri beriringan dengannya, namun seketika dia mengalihkan pandangan jikalau pria itu menengok kearah wanita tersebut. Dari ujung kaki hingga ujung kepala lagi-lagi Manda memperhatikan seorang pria yang berada disampingnya.

“Akhh sepertinya aku kenal” Kata Manda yang bergumam dalam hati.

Jantungnya seakan berdetak, dia tau siapa yang berdiri didekatnya itu, apakah pria itu juga menyadari siapa wanita yang berdiri beriringan didekatnya tersebut. Dan gadis itu perlahan melangkahkan kakinya, mencoba bersembunyi dibalik keramayan orang, melihat laki-laki tersebut dari jauh.

“Ternyata benar itu kamu, sekarang kamu tumbuh begituh sangat tampan dan juga dewasa” Kata Manda seraya memperhatikan laki-laki tersebut.

Dia memperhatikan laki-laki itu membawa kamera Nicon.

“Akhhh apa aktivitasmu sekarang?” Rasanya gadis itu ingin menanyakan pertanyaan tersebut.
“Apa kau baik-baik saja ketika beberapa tahun kita tidak bertemu dan lepas kontek?”
Katanya yang penuh dengan tanya kembali.
“Aku sangat merindukanmu”. Ucapnya kembali.

Dalam keramaian orang-orang, pria itu tiba-tiba menghilang, "Argghh pasti karena aku melamun terlalu lama, kemana dia?" Ujar Manda seraya mencari keberadaan laki-laki tersebut. Manda mencari-cari keberadaanya, dan dia sangat senang ketika dia menemuinya kembali, dia mendengar perbincangannya dengan seseorang.

“Akhhh benarkan sekarang dia seorang fhotografer?”
Katanya yang terucap seraya melihatnya dari jauh.

“Namanya Natan sekarang seorang fhotografer, dia juga seorang wirausaha”.
Ujar seorang wanita yang tiba-tiba berada dibelakang Manda.
"Eh". 
"Kakak suka sama dia yah?"
"Tidak, tidak, sepertinya aku mengenal dia".
"Mungkinkah?"
"Tentu".
"Kalau begitu coba samperin, Nesia mau tahu".

Manda kebingungan, apa yang harus di lakukannya, Nesia membuat Manda salah tingkah, Nesia itu adik kelas Manda yang dengan setianya selalu menemani Manda kemanapun Manda pergi.

"Ko diam?" Ujar Nesia, "Takut?" Ujarnya kembali.
"Baiklah, baiklah, aku akan menyapa dia, ku tahu namanya, dia Natan".
"Ok silahkan".

Manda melangkahkan kaki, menuju laki-laki tersebut yang sedang berdiri seraya memegang kamera dan melihat-lihat pameran.

"Hay Natan".

Dia menoleh ke arah Manda sambil menunjukan wajah bingung namun dia tersenyum.

"Ya ampun, Manda?"
"Ya". Manda tersenyum seraya memegang tas erat-erat, di sisi lain ia melihat ke arah Nesia yang terus memperhatikannya. Nesia memberi kode lanjutkan.

“Senang bisa bertemu denganmu kembali, gimana kabarnya?”
"Baik". Manda tertawa.
"Aku enggak nyangka bisa ketemu lagi, dan bisa ketemu di sini, ya Tuhan Manda, sungguh aku seneng banget". Ucap Natan seraya memegang pundak Manda.

Manda sedikit tersenyum, mereka berbicara banyak hal, dan Nesia masih memperhatikannya dari jauh. Natan adalah mantan Manda di masa-masa SMA, Natan adalah cinta pertama Manda, dan inspirasi pertama dia memulai menulis itu karena Natan, karena Natan Manda jadi memiliki segudang cerita.

"Selamat yah sudah bisa jadi penulis sekarang, aku jadi seneng dengernya".
"Makasih, kamu juga sudah menjadi fhotografer, hmm keren-keren".
"Bisa aja, Man senyum-senyum". Natan memotret Manda, tapi ekspresi Manda tidak sedang tersenyum, melainkan nampak sedang bengong, saat melihat hasilnya mereka tertawa bersama.
"Tapi tetap cantik". Kata Natan yang membuat Manda terkesipu malu.

"Ekheem". Seorang gadis mendekat ke arah Natan dan Manda.
"Eh Fi, ini mm kenalin dia Manda, Man kenalin ini Fia".
"Manda".
"Fia, tunangannya Natan". Mereka bersalaman.

Natan diam, seraya memandangi wajah Manda, Manda tersenyum sambil mengucapkan "Wah selamat" dan menepuk bahu Natan.

“Iya makasih....?” Ujar Fia.

Manda kembali menatap Nesia, Nesia tersenyum seakan penasaran.
"Oh yah kalau gitu sampai ketemu nanti, temenku uda nungguin, aku duluan yah". Ujar Manda seraya bersalaman dengan Natan dan Fia.
"Man tunggu, nanti sebentar lagi kita bakal nikah, kamu aku undang yah".
"Wah benarkah, aku pasti datang, aku tunggu undangan kalian".

Fia tersenyum seraya menggandeng tangan Natan, tapi tidak dengan Natan.

Hari yang cerah seakan menjadi gelap, meski telah beberapa tahun tidak bertemu dan lepas kontek, namun satu nama itu tidak pernah bisa Manda lupakan dalam hidupnya, satu nama itu masih menjadi orang yang selalu dia rindukan. Ketika Tuhan mempertemukan dia dengan cinta pertamanya itu kembali, terselip sesal atas pertemuannya itu, dia lebih memilih tidak usah bertemu dengannnya kembali untuk selamanya dari pada  harus mendengar atas kenyataan bahwa Natan telah menjadi milik orang lain, rasanya air mata ingin menetes dari matanya yang sudah nampak berkaca-kaca.

"Manda tunggu" Fia menghampiri.
"Gw harap loe menghargai keberadaan gw, gw tahu kisah cerita cinta loe dan Natan itu seperti apa di masa SMA, semua orang tahu hubungan loe dan Natan yang luar biasa dengan sejuta romantisme anak SMA, gw selalu takut jika loe dan Natan bertemu kembali, gw takut Natan mengingat kembali, dan nyatanya ternyata kalian bertemu kembali, luar biasa, tapi gw enggak bakal ngebairinin itu terjadi, Natan ga bakal ketemu loe lagi habis ini, Natan ga bakal inget loe lagi, sebentar lagi gw mau nikah sama Natan, gw harap loe jauh-jauh dari Natan, dan segala tulisan loe di novel norak loe itu gw harap berhenti ceritain tentang Natan ”. 

“Cuma mau ngomong itu, santai aja ko Fia, gw enggak bakal balik sama Natan, gw tahu diri ko, jadi loe gak perlu takut, tapi ngomong-ngmong makasih loh uda mau baca dan beli novel-novel gw, gw pamit".

Manda meninggalkan wanita yang berdiri didepannya tersebut, iya mulai membalikan badan dan melangkahkan kaki.

“Natan, semoga kau bahagia”
Ucap Manda seraya meneteskan air mata.


Tulisan tahun 2016 baru di post, di buang sayang :D

Selamat membaca~

Rabu, 20 Juni 2018

Andai




Seperti embun pagi, ia nampak bersahaja, tenang dan menyejukan. Akhh andai saja waktu bisa berputar  kembali, rasanya saat itu aku hanya ingin memandangi wajah tenang dan mata yang teduhnya. Seperti waktu, aku tidak mengerti semua terjadi dan berjalan begituh saja, hingga aku tak mengerti mengapa mata ini ingin terus memandanginnya, siapa dia? Bahkan aku tidak mengenal siapa dia, tapi mengapa ini terjadi begituh saja, hingga aku tak pernah bosan untuk terus memandanginya, bahkan senyuman tipispun tersirat dari bibir kecilku. Apa karna dia memiliki wajah yang tenang dan mata yang teduh? Akhh entahlah, dia telah mengalihkan duniaku. Andai saja hidup ini begituh banyak hal-hal aneh terjadi, seperti difilm drama korea “9 second eternal time” aku berhayal aku bisa memiliki kamera penghenti waktu, saat itu mungkin aku akan memotret moment tersebut, aku ingin waktu berhenti begituh saja, termasuk orang-orang didalamnnya ikut berhenti, hanya aku, aku yang bisa bergerak bebas, mungkin saat itu aku ingin mendekat kearah pria itu, aku ingin melihat mata teduhnya lebih dekat dan lebih jelas.
Akhh sayang itu hanya ada dalam dunia khayalan. Cukup dari jauh sini saja aku memperhatikannya, yaaahh meski kadang-kadang aku merasa dia sadar ada seseorang yang memperhatikannya, kadang-kadang aku merasa dia menengok kearahku, hingga membuat aku menjadi salah tingkah sendiri dan cepat mengambil handphone dari saku kantongku untuk memotret diri dan juga bersama temanku pastinya, sesekali aku memandanginya kembali, akhhh apa ini kadang-kadang aku juga tidak mengerti aku tidak kenal dia siapa, tapi mengapa mata ini begituh senang melihat wajah tenangnya? Mengapa? Mengapa? Bagaimana jika dia orang jahat? Huffhhh aku tak ingin berlama-lama membiarkan mata ini terus tertuju padanya. Dan aku pun bergegas pulang. Banyak hal dirumah yang harus aku kerjakan. Tapi saat menuju kearah pulangpun tetap saja aku melirik kearahnya, “Tuhan apa dia menyadari ada seorang gadis yang memperhatikannya? Aku harap itu tidak terjadi, aku harap dia tidak menyadarinya” Ujar suara hatiku.
Namaku Tasya, orang biasa memanggilku dengan sebutan Sasya, aku seorang gadis penikmat senja, mentari pagi, hujan dan menyukai bulan juga bintang. Aku tidak cantik, tidak pintar dan juga tidak kaya, aku hanya gadis sederhana dan yang mencintai sebuah kesederhanaan. Aku senang menulis cerita, selain itu juga aku menyukai alam, aku sang pendaki mungil, dan aku juga memiliki hobby membaca novel. Jadi setiap kali aku memiliki moment atau hal-hal baru, aku selalu menulisnya, termasuk bertemu dengan pria itu.
Semakin hari semakin aku memikirkannya, ternyata dia memang benar-benar mengalihkan duniaku, dari yang tadinya aku merasa larut dalam kesedihan karna sakitnya dikhianati orang yang aku sayang sekarang semenjak aku melihat pria itu, seakan-akan aku lupa jika aku sedang larut dalam kesedihan, aku lupa kalau aku sedang patah hati, sakit hati dan yang tadinya merasa gelap, sekarang aku merasa tiba-tiba ada cahaya, meskipun hanya sedikit. Tapi aku tetap senang, setidaknnya ada yang membuat aku lupa, bahkan seperti diingatkan bahwa banyak laki-laki diluaran sana yang begituh baik. Tapi pria itu baik tidak yaah, hmm.
Dan saat itu pula selama berapa hari, aku mengumpulkan niat membranikan diri untuk bertanya siapakah nama pria itu? Karna aku mulai memikirkannya, aku hanya ingin, hanya ingin berterimakasih. Tapi berterimakasih untuk apa? Pria itu tidak berjasa apa-apa, untuk apa (?) akhh mungkin untuk sekedar dicari dan tahu saja, itu sudah cukup. Dan akhirnya aku tahu nama dia adalah Lubis, akupun dapet alamat media sosialnya, tapi dia tidak convir aku, dan singkat cerita aku punya pin BB dia, jujur aja sih aku bukan tipe orang yang suka ngechatt cowok duluan, gengsi aku terlalu tinggi, tapi berkat pendapat teman-teman, berkat rasa ingin tahu aku yang tinggi juga akhirnya aku membranikan diri buat ngechatt dia, sempet nulis hapus nulis hapus sih, dan akhirnyya aku cuma ngepink dia, dibales deeh, cuma dibales “yaa” aja uda girang, (eh)…apalagi yang lain-lain gitu kan, aslinya dia cuek. Sempet chatt aku diread doang, katanya dia males respon, dan aku ngerti banyak, aku seperti orang aneh yang tiba-tiba datang gituh aja. Brrrraaakkkk….muka dimana muka, hah serasa gak aman aja muka disimpan ditempat biasa, rasanya, maluuuu banget. Pertamakalinya, sumpah. Dan saat itu dalam hati aku bicara sendiri “Aku gak mau-mau lagi ngechatt dia lagi, aku emang mau kenal dia, tapi aku rasa kenal gak mesti chattingan, kenal cukup mengenali kepribadian dia lewat status media sosialnya juga uda bisa kelihatan tentang dia itu gimana”.
Tapi karna Lubis aku bisa belajar, jujur aja aku sering nyuekin orang-orang, suka read doang BM orang, jadi ngasih pembelajaran buat aku gimana sih rasanya dicuekin itu? Dan aku ngerasain mungkin aku juga ngerti kenapa dia tidak respon chatt aku, mungkin lebih ke males, atau aku orang yang gak jelas, aneh yang tiba-tiba nongol gituh aja, terus bikin risih juga ganggu. Ga memiliki ketertarikan buat bales-bales chattnya, apalagi orang yang belum dikenal. Hmmm apapun itu aku terima resikonya.

Stock cerpen tahun 2016 dari laptop baru di post sekarang :D
Cerita karangan \(^_^)?~

Minggu, 11 Maret 2018

Dalam Diam Aku Mencintainya

Dalam diam, aku mencintainya

Ini tentang waktu yang mempertemukan kita, aku rasa pertemuan ini tanpa disengaja, entah untuk apa Tuhan mempertemukan kita, tapi pasti selalu ada cerita dibalik sebuah pertemuan, dari sebuah pertemuan ini aku tidak menyesalinya, justru aku sangat menikmati sebuah pertemuan ini, aku menyukainya, walau rasa suka ini hanya bisa ku nikmati sendiri. Ini mengenai cerita cinta dalam diamku, pada mulanya aku tidak mengerti akan perasaan ini, kadang ada rindu, senang apabila bertemu, dan saat malam telah tiba aku suka mengingatnya, mengingat kejadian-kejadian saat aku berpapasan dengannya, aku terkesipu malu dan selalu tersenyum-senyum sendiri jika aku mengingat kembali tentangnya.

Pertemuan ini bermula saat ospek, dari jauh sini aku selalu memperhatikan ikhwan itu, kadang aku ingin sekali mengetahui siapa namanya, namun aku hanya gadis sederhana dan juga pemalu, dia…wajahnya begitu enak dilihat, matanya yang teduh seakan selalu menawarkan rasa nyaman, hidungnya mancung, apabila dia tersenyum lesung pipinya begitu manis. “Akhhh masyaallah, perasaan apa ini, aku tidak boleh seperti ini, please Anin jangan berpikiran yang aneh-aneh”. Lirihku dalam hati.

Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh cinta, mereka mempunyai caranya sendiri untuk jatuh cinta, begitupula dengan aku, hmm aku lebih memilih menyimpannya rapih-rapih dalam hatiku, aku lebih memilih untuk menikmati sendiri dalam hatiku, aku juga tidak berani bercengkrama dengan siapapun mengenai isi hatiku, tidak terkecuali pada sang maha pencipta.

Namaku Aninda Maharani, panggil aku Anin, terimakasih. Demikian aku memperkenalan diri didepan teman-teman yang lain, begitupula dengan yang lainnya, kami saling bergiliran untuk memperkenalkan diri. Setelah bel istirahat berbunyi, aku segera melangkahkan kaki untuk menunggu adzan zuhur, entah untuk keberapa kalinya aku selalu berpapasan dengan ikhwan tersebut, jantungku terasa berdebar lebih kencang dari biasanya, aku segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat.

“Anin tugas praktikumnya uda selesai belum, jam 13.00 mau dikumpulin belum lagi kita harus ngerjain paper kelompok, kita juga belum makan siang, ayok..!!” Ujar Nadia mengingatkanku.
“Iya sebentar ini lagi pake sepatu”. Kataku seraya tergesa-gesa.

Disela-sela kesibukanku yang juga bekerja, rasanya ingin segera berakhir dari ospek ini, dengan tugas-tugas yang diberikan oleh senior yang nggak hanya banyak, tetapi juga aneh-aneh, belum lagi mengerjakan tugas-tugas yang lainnya, dengan deadline yang super mepet, semuanya itu membuat aku kewalahan, dan bahkan aku seringkali membawa tugas yang belum selesai ke kampus dan mengerjakannya dikampus. Meski demikian aku bersyukur, untung saja aku memiliki teman-teman kelompok yang begitu baik-baik dan pengertian.

“Jadi kita mau ngerjain dimana?” Kataku seraya memegang lutut.
“Lu kenapa nin?” Ujar Bagas.
“Tadi Nadia minta buru-buru, jadi aku lari, jadi terasa cape”.
“Dikantin aja nanti kita ngerjain sambil makan”. Ujar Bima ketua kelompok.

Kelompok kita diketuai oleh Bima yang terdiri dari 12 anggota, kelompok kita dari berbagai macam jurusan, aku senang bisa mengenal mereka, aku yang tidak mengenal siapapun disini  jadi bisa berkenalan dengan mereka hingga memiliki teman, dan aku senang bisa kenal dengan Nadia yang satu jurusan sama aku, kita sama-sama mengambil jurusan sastra.

“Handsock kamu kemana Nin?” Ujar Nadia mengingatkan.
“Ya ampun Nad, ketinggalan dimesjid pas lagi pake sepatu deh kayanya, gimana dong?” Kataku seraya panik.
“Ya uda ikhlasin aja, lagian jauh mau balik ke mesjid juga, mau lari-lari lagi?” Ujar Nadia.
“Ga bisa Nad, itu hadiah dari sahabat aku, soalnya pakai handsock samaan, aku sebentar deh balik ke mesjid dulu yah, teman-teman aku ke mesjid dulu sebentar yah, ada yang ketinggalan”. Ujarku pada teman-teman.

Aku berlari melewati lorong kelas, langkahku berhenti, tali sepatuku lepas, akupun harus mengikatnya terlebih dahulu.

“Punyamu?” Ujar suara laki-laki seraya membawa handsockku.
“Ya ampun kak iya ini punyaku, terimakasih”. Kataku.
“Sama-sama”. Ujar laki-laki tersebut.

Selesai  mengikat tali sepatu, langsung kubalikan badanku dan menemui laki-laki yang mengembalikan handsockku, tapi dia sudah membalikan badan dan berjalan meninggalkanku, meski aku berteriak “Hey….” Dia hanya melambaikan tangan lalu tersenyum. “Ya Allah, dia ikhwan yang selalu aku perhatikan itu”. Dan aku pun membalas senyumannya.

Sesampainya dikantin, aku terasa ingin senyum-senyum sendiri terus, aku tidak bisa menahan rasa senang ini, padahal hanya kejadian singkat dan sederhana.

“Ada handsocknya? Bentar juga ya ngambil?” Ujar Nadia.
“Oh ada Nad, ayok kita lanjutkan dan bereskan semuanya”. Kataku.

Semua terjadi begitu saja, seperti waktu yang lagi dan lagi mempertemukan kita, dibawah langit yang dihiasi awan yang indah nan bersahaja, aku duduk dibangku halaman kampus, angin bersemilir lembut menyapa hari ini, hingga membuat jilbabku terkibas angin, akupun membenarkan letak jilbabku. Seseorang duduk disampingku, perlahan aku menongok ke arahnya, laki-laki itu menunduk seraya membaca buku, ia mengenakan switter warna merah dan topi yang menutupi wajahnya, aku nampak kurang senang karena duduk berdua, ditambah lagi dengan laki-laki yang tak ku kenali, aku bergegas dan mengambil tas gendongku berwarna biru muda.

“Aninda Maharani” Kata laki-laki itu, dia menyapaku.

Aku menghentikan langkah kakiku, seperti biasa jantung ini seakan berdetak lebih kencang dari biasanya, aku berusaha agar suasana hatipun menjadi biasa saja, namun aku tak bisa, aku hanya tersenyum lalu meninggalkannya. Sepanjang perjalanan menuju kelas, aku terus memikirkannya, kenapa dia begitu manis dan menawan, akhh aku tersenyum-senyum sendiri. Namun lamunanku terhenti memikirkan betapa manisnya dia, tiba-tiba saja aku lambat berfikir “Ikhwan itu tahu namaku, dia menyapa aku Aninda, dia tahu namaku, tapi ko dia bisa tahu namaku, aku saja tidak tahu nama dia, ya Allah apa dia juga memperhatikanku, lebih dari aku yang memperhatikannya?” Aku terus bergumam dalam hati dan tersenyum-senyum sendiri. Betapa senangnya aku saat itu, hari dimana pertama kali dia menyapaku.

Ospek telah berakhir, kita memasuki kelas masing-masing, rasanya aku senang karena akan memiliki teman-teman baru, sejak SMA aku selalu berfikir dan mengkhayalkan tentang dunia perkuliahan itu seperti apa, aku yang hanya dari orang biasa saja selalu berdoa agar aku bisa melanjutkan pendidikan, dan aku bersyukur Allah mengabulkan doaku, entah bagaimana caranya ternyata dengan keyakinan dan usaha aku bisa melanjutkan pendidikan.

Waktu terus berputar begitu saja, hari-hariku sudah mulai disibukan dengan tugas-tugas kuliah dan pekerjaan, sudah berjalan 2 minggu aku memulai aktif belajar, seakan aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang datang ini. Aku bersyukur ada teman dekat yang kemanapun kita selalu bersama, yaahh sejak pertama kali masuk Nadia dan aku kita selalu bersama, kemanapun.

“Nin kamu tahu nggak seh, dikelas kita ada cowok yang cute banget, dia imut dan manis banget, dan aku suka deh kayanya sama dia, sejak pertama aku tahu kalo dikelas ternyata ada yang keren, uda gitu dia baik dan ramah”. Ujar Nadia membuka percakapan disela-sela jam istirahat.
“Oh ya….sekeren, semanis, seimut apa?”
“Nanti aku kasih tahu deh kalau dia lewat, yang jelas dia duduk dibarisan belakang”.

Namanya Nadia, dia sosok wanita yang ceria si penggemar sepatu nike, film-film drama Korea dan aktor-aktor Korea. Kita duduk dibarisan paling depan, seperti biasa selalu berdekatan, ada aku ya harus ada Nadia.

Saat itu Nadia mencoba memberitahu kepadaku laki-laki yang ia sukainya itu, namun aku tidak jelas memperhatikannya, aku juga malas jika aku harus menengok-nengok ke belakang, mencari-cari yang mana laki-laki yang Nadia sukainya itu. Karna aku duduk dibarisan paling depan aku selalu fokus menghadap ke depan, sesekalinya menengok jika ada barang yang ingin aku pinjam kepada teman sekelasku.

Sepulang dari kampus aku dan Nadia pergi ke kedai yang letaknya tidak jauh dari kampus, kedai dekat kampus ini selalu menjadi tempat tongkrongan favorit para mahasiswa, karena hidangannya yang lejat, tempat yang nyaman dan terjangkau dikantong. Ini memang sedikit mengantri jika kita ingin memesan makanan atau minuman, aku dan Nadia mengantri dibelakang laki-laki yang memakai switter berwarna putih, seperti biasa aku selalu fokus dengan game pou ku.

“Anin ikh…”. Nadia menghentikanku yang sedang asik bermain game.
“Berhenti dulu main gamesnya, ada cowok yang aku sukai itu loh, namanya Esa”. Kata Nadia seraya bersandar dibahuku.
“Mana Nad dimana?” Aku mencari para laki-laki yang sedang duduk dikursi.
“Bukan dibelakang, tapi didepan kamu”. Kata Nadia seraya tersenyum malu.

Aku mencoba memperhatikan laki-laki itu, seakan aku mengenalinya.

“Diem ya aku mau nyapa dia”. Ujar Nadia yang masih bersandar dibahuku.
“Esa..”. Kata Nadia seraya menepuk bahu laki-laki tersebut.

Laki-laki itu menengok ke arahku, dia menatap mataku, aku benar-benar merasa terkejut, aku menundukan pandanganku, hatiku terus bergumam “Bagaimana mungkin aku dan Nadia menyukai laki-laki yang sama, dan aku tidak menyadarinya bahwa ternyata aku dan ikhwan itu satu kelas, Nadia lebih mengetahui namanya terlebih dahulu”.

“Eh Nadia makan Nad?” Kata ikhwan tersebut.
“Mampir beli minum aja sih kita, tapi mau istirahat dulu disini”.

Aku hanya diam tak bisa berkata apapun, aku hanya memikirkan bagaimana ini bisa terjadi, kenapa harus dengan orang yang sama, kenapa harus dia, dan kenapa kita harus satu kelas.

Hari demi hari terlewati, seiring berjalannya waktu hubungan kita semakin dekat, aku, Nadia, Esa dan yang lainnya, kita selalu bersama, bahkan setiap ada tugas kelompokpun kita selalu bersama, namun sepanjang ini aku hanya terus memikirkan, bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya bahwa ikhwan yang aku sukai itu ternyata sekelas denganku dan sekarang kita menjadi teman, aku benar-benar tidak bisa melihat senyumnya, ada rasa senang dan juga bahagia menyapa hati. Entah untuk keberapa kalinya Nadia selalu menceritakan sosok Esa, dan aku selalu menyembunyikan perasaan ini, aku berusaha untuk selalu mendukung, dan aku berusaha untuk melupakannya, melupakan semua perasaan ini yang pernah terjadi. Aku akui cara Nadia menyukainya benar-benar berani, tidak seperti aku yang lebih memilih memendamnya dalam diam dan kesendirian.

Dear Diary,
Namanya Esa, aku tidak pernah tahu bahwa ternyata dia sekelas denganku, dan kenapa aku dan sahabat dekatku harus menyukai laki-laki yang sama, ini terlalu menyakitkan jika aku terus mendengar cerita-ceritanya, aku takut aku tidak tahan menyembunyikan perasaan ini, aku tahut ada seseorang yang mengetahui bahwa aku menyukainya. Seperti moment yang telah berlalu, aku telah menghabiskan waktu bersama, menikmati senyumnya dari dekat, kadang aku butuh teman juga untuk mendengarkan cinta dalam diamku ini, namun entah harus kepada siapa aku menceritakan betapa terus menggebu-gebunya perasaan ini, andai saja jatuh cinta bisa ku atur maka aku ingin mengaturnya dengan baik, tidak dengan dia yang memang ikhwan itu hanyalah temanku, dan mungkin dia juga tak memiliki perasaan apapun kepadaku, aku ingin berhenti menikmati rasa cinta diam-diam ini, namun aku belum mampu menghapusnya.
Tentang rasa yang tidak pernah bisa aku ceritakan kepada siapapun, sudah terlalu lama aku memendamnya, dan mungkin aku pandai menyimpannya benar-benar tidak ada orang yang mengetahui perasaa ini,  sekarang, detik ini sudah 3 tahun perasaan ini masih bersemayam dalam hatiku, aku tidak bisa mengusirnya, meski untuk sebentar saja, karna aku lelah, namun meskipun dekat hati ini terasa jauh, karna hatinya tidak tertuju untukku.

Aku berjalan melewati lorong kelas seraya menggendong tas warna silverku, sesekali aku melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kiriku, lebih tepatnya aku ingin bertemu dengan seorang laki-laki yang katanya mengagumi setiap cerpen-cerpen atau puisi yang secara iseng aku tempel dimading kampus, menurutku ada yang jauh lebih banyak tulisan-tulisan yang lebih menarik dari pada tulisan aku, entah ada apa dengan laki-laki ini yang selalu memuji tulisanku, hingga terkadang membuat percaya diriku semakin bertambah untuk terus menulis lagi dan lagi. Kita akan bertemu dikedai yang biasa aku singgahi, aku memesan minuman terlebih dahulu, ada banyak laki-laki dikedai itu, kadang aku bertanya-tanya dalam hati apa dia ada disini atau belum tiba.

“Astagfiruallah…” Langkahku terhenti, seperti biasa Esa selalu iseng dan mengerjaiku, dia memang selalu menyebalkan, tapi jujur aku memang selalu dibuatnya rindu, terkesipu malu, dan pipi memerah.
“Ini bahaya Esa, bisa enggak sih kakinya jangan ngalangin orang yang lagi jalan”. Kataku seraya bernada tinggi.

Dia berdiri didepanku, menatapku tanpa senyuman, jari jemarinya ia masukan kedalam saku celana, ia nampak terlihat keren dan gagah, oh Tuhan kadang aku takut tidak bisa menahan rasa ini, aku benci disaat seperti ini. Aku tidak memperdulikannya, aku coba melangkahkan kakiku tanpa senyum kepadanya, aku mengeluarkan handphone dari saku bajuku, aku mencoba chatt dengan laki-laki yang akan menemuiku. Aku bergegas mencari tempat duduk dan menunggu laki-laki tersebut, aku mencoba chatt laki-laki itu bahwa aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu, lagi dan lagi aku bertanya "kamu dimana?" , namun tidak ada jawaban, aku menelvon laki-laki tersebut, dia mengangkatnya, suara laki-laki itu tepat ada dibelakangku yang katanya penggemar rahasiaku, aku menoleh ke arah belakang, dan dia Esa.

Pipiku memerah, mendadak aku salang tingkah dibuatnya, ada apa dengan ini batinku terus bertanya-tanya, Esa mendekat ke arahku, dia mengatakan “Aku si penggemar rahasiamu” aku hanya tertawa dan terus berusaha menutupi perasaan ini mesti aku senang.

“Ya elaah kalau tau itu kamu kita ga mesti kaya gini kan Sa, kamu bisa ngomong langsung aja kali kalo kamu diem-diem penggemar rahasiaku”. Ujar aku seraya menepuk bahunya dan tertawa.

Esa hanya memperhatikanku tanpa bicara dan senyuman, aku tidak bisa seperti ini.

“Selesaikan, kalau gitu aku pulang dulu ya”. Ujarku seraya mengambil tas.

Namun Esa menahannya, dan meminta aku untuk tetap duduk.

“Aku menyukaimu dari pertama bertemu hingga saat ini”. Ujar Esa.

Aku hanya terdiam, ada rasa senang namun sedikit aneh, aku kehabisan kata untuk berbicara, seketika suasana hening dan kita saling menundukan pandangan satu sama lain.

“Apa ini? Ceritanya nembak?” Kataku seraya tertawa.
“Aku serius Nin, handsock kamu ingat, itu aku yang mengembalikan handsockmu yang tertinggal dimesjid, dan sebelum itu pun aku sudah menyukaimu, namun aku hanya menahannya mencari benar atau tidak aku menyukaimu, namun seiring berjalannya waktu aku rasa ini emang benar-benar cinta, kita uda semester 7 sekarang, sampai hari ini pun aku masih menyukaimu, segala macam tentangmu aku menyukaimu, aku sudah terlalu lama mengenalmu, semua tentangmu dan aku tetap menyukaimu baik buruknya kamu”. Katanya.

Seketika aku terdiam ada rasa senang karna laki-laki yang aku kira tidak akan menyukaiku, ternyata dia menyukaiku, sama seperti aku yang sejak lama menyukainya. Ya.. saat dia mengumandangkan adzan dimesjid dan menjadi imam, aku jatuh cinta terhadap suaranya yang merdu, namun setelah ku lihat siapa dibalik ikhwan itu, ternyata aku jauh lebih dibuatnya jatuh hati.

“Jadi ceritanya temen jadi demen nih?” Kataku yang terus meledeknya dan tertawa.
“Aninda..” Ujarnya menyapaku.
“Katakan ini setelah lulus, setelah kita wisuda, atau setelah kamu merasa siap dalam segala hal, aku mau tahu seberapa lama lagi perasaan kamu tumbuh untukku, dan coba lihat Nadia walau untuk sebentar saja, kamu tahu dia begitu menyukaimu sejak lama kan?” Kataku seraya tersenyum.
“Aninda…”
“Aku pulang duluan yah, maaf, aku harus kerja, Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam” Katanya seraya menunduk.

Ada rasa senang, takut dan juga sedih, senang karena ikhwan yang selama ini aku sukai juga menyukaiku, takut karena untuk kedepan apa perasaan itu masih ada dan akan bertemu pada hubungan yang telah halal, sedih karena sampai detik ini pun Nadia juga masih menyukai Esa dan bahkan menunggu, dia sahabatku. Entah bagaimana mengenai perasaan ini untuk kedepannya, kadang aku bingung harus kepada siapa aku bercerita, hanya menulis dan menulis yang bisa aku lakukan, dan terkadang aku juga takut bagaimana jika Nadia membaca tulisanku, entahlah biar Allah saja yang mengatur segala rupanya, aku hanya berusaha mengikuti perintahnya, biarkan dia tidak mengetahui perasaanku, meski dalam diam aku mencintainya.














Selasa, 28 Februari 2017

Cinta Dalam Hati

CINTA DALAM HATI

Dalam keheningan malam, wajahmu seakan hadir dalam lamunanku, senyumu seakan membawa hati menjadi rindu.
“ Oh Tuhan...aku rindu dia”.

Lagi-lagi aku lihat handphone dan berharap dapat pesan masuk dari dia, nyatanya harapan kosong.
Semenjak ada dia, aku jadi rajin bangun pagi. Semenjak ada dia kini penampilanku selalu terlihat rapih. Semenjak ada dia aku jadi semangat masuk sekolah, justru hari libur itu nyebelin banget buat aku. Semenjak ada dia aku juga jadi lebih rajin belajar, buat aku ini suatu perubahan yang positif banget, aku sih berharapnya akan terus terbiasa seperti ini.

“ Selamat pagi my best friend fourever”. Ucapku.
“ Pagi, hari ini tugas biologi dikumpulin. Uda ngerjain?”.
“ Uda dong, rajin banget sih pagi-pagi uda baca buku, oh iya lupa loe kan kutu buku, hihi”.
“ Loe tau kan gue kalo lagi baca buku paling ga suka di apa.....”
“ Diganggu”.
“ Nah itu tau, jadi diem yah mulutnya”.

Sakha, cuek sih orangnya, sementara aku super bawel dan cerewet. Tapi aku seneng satu kelas dan satu bangku sama dia soalnya bisa lama-lama mandangin muka dia gituh, hehe.

“ Maudy?”
“ Apa?”
Upss hampir aja aku ketauan mandangin dia, pinter banget aku memendam rasa ini.Hihi..

“ Katanya loe itu dulu waktu masih kelas satu termasuk anak yang malas yah dikelas, suka datang terlambat, jarang ngerjain piket harian kelas, jarang ngerjain PR dirumah, suka dihukum gara-gara gak ngerjain tugas, bahkan yang lebih parah nilai ulangan loe tuh jelek terus, bener?”
“ Kenapa emangnya, ledekin aja terus kejelekan gue waktu kelas satu”.
“ Bukan begituh Ndy, ya gue seneng aja sekarang loe bisa berubah kearah yang lebih baik, tentunya kejalan yang benar”.
“ Oh jadi dulu jalan gue nggak benar gituh?”
“ Gue nggak bilang gituh ko, akh ya udah lah lewat aja, loe ma pemarah banget”.
“ Loe tuh rese!”.

Kadang dia nyebelin sih, gue juga kadang dikit-dikit marah-marahan sama dia, tapi bentar-bentar baik lagi.

“ Pulang sekolah nanti kita bareng yah, oh iya dideket sekolah ada tempat makan baru loh, nyobain yuk, gue yang traktir dech”. Ucapnya.
“ Serius ni ditraktir lagi?”
“ Iya, gitu dong senyum jangan marah-marahan”.
“ Loe bukannya lagi baca buku ya, katanya nggak mau diganggu, ga boleh brisik, tapi malah loe yang ngajak ngobrol mulu”.
“ Oh iya lupa, lanjut baca lagi”.

Aku paling suka kalo liat dia lagi ketawa. Lucu, manis, suka juga sama lesung pipinya. Dia paling suka ngacak-ngacak rambut aku, cubit pipi aku, dan hal itu pula buat aku menjadi seneng juga.

Sakha dia teman deket aku, aku berteman dengan dia semenjak pertama kali menginjakan kaki di SMP ini, awalnya dia jutek bener, bisanya jadi berteman dekat seperti ini ceritanya panjang, hehe.. Sakha bagiku something banget, aku bahagia kalau lagi bersama dia, aku seneng bisa berteman sama dia, bahkan aku merasa kalau aku jatuh cinta sama dia, entahlah padahal dulu aku nggak pernah memiliki rasa seperti ini, namun tiba-tiba perasaan ini datang sendiri, bahkan menjadi lebih kuat. Sayang perasaan ini hanya bisa aku pendam sendiri tanpa seorangpun yang tau.

“ Kalau kita uda lulus nanti, kita akan tetap berteman kan?”
“ Iya dong, kalau bisa selamanya kita nggak akan pisah dan tetap berteman baik”.  Ucapku.

Aku dan Sakha, kadang banyak yang beranggapan kalau kita itu pacaran. Gimana enggak, kemana-mana sering bareng, makan bareng, ke perpus bareng, pulang bareng, main bareng.hehe..
Selama dua tahun menjalin pertemanan, aku dan Sakha sudah saling tahu baik buruknya sikaf kami masing-masing. Jujur perasaan ini sebenarnya sakit, sakit ketika aku tau bahwa aku menyayangi Sakha, padahal kami sudah berteman baik, tapi kenapa harus ada cinta, ini sering kali membuat sakit. Sakit ketika Sakha dekat dengan wanita lain dan dia selalu bercerita didepanku tentang kedekatannya, sakit ketika aku harus berpura-pura tersenyum untuknya, sakit ketika aku tau bahwa Sakha hanya menganggapku sahabat tidak lebih dari itu, dan sakit ketika Sakha harus mencintai wanita lain.

Sakha, aku tau dia terlalu perfect untukku, dia termasuk laki-laki yang diidolakan oleh para wanita, dia mempunyai tubuh yang tinggi kulit putih, mata yang indah, lesung pipi, dia baik dan pintar. Juara kelas dan juara umum sering kali dia raih, bahkan juara lomba cerdas cermat antar sekolah sering kali iya juarai.
Aku? , siapa aku, bisa berteman dengan dia saja aku bahagia. Aku berharap persaan ini tidak tumbuh lama, karna yang aku tau mencintai orang yang tidak mencintai kita itu rasanya sakit, apalagi sahabat sendiri.


Cerita Diantara Cinta

Cerita Diantara Cinta

Tetesan embun pagi jatuh perlahan menyapa dedaunan, aku bangun perlahan menyambut asa dipagi hari ini, indahnya sang mentari bersinar, kusambut hari ini dengan doa dan senyuman tulus dari bibirku untuk mengawali hari ini. Hari yang indah, hari yang penuh cinta, seakan penuh dengan warna, warna kebahagiaan.

1 hari, 1 minggu, 1 bulan tepatnya hari ini aku menjalani kisah cinta bersamanya, semua masih terasa indah, indah sekali.

“ Bisa yah kita jadian ?”
“ Iya, ko bisa ya , kamu siapa sih, bisa ya nyuri hati aku ?”
“ Nouval gituh loh”
“ Ikh dasar”
“ Mungkin kita uda ditakdirkan untuk saling       mengenal, saling berteman, hingga  saling menyayangi, jadi deh aku+kamu = satu “.

Aku tertawa dia tertawa, Nouval itu laki-laki yang sangat sederhana, dia suka bercanda, dia baik dan perhatian dan yang terpaling penting dia setia dan mampu membuat aku selalu bahagia, bahagia bisa menjadi miliknya.

“ Kamu tau ga, aku kira aku ga akan jatuh cinta lagi”.
“ Kenapa ?”
“ Masa lalu itu membuat aku benci laki-laki, tapi......”
“ Tapi sekarang sadar bahwa ga semua laki-laki itu jahat ? “
“ Aku ga bilang bahwa laki-laki itu jahat “
“ Lalu ?”
“ Aku fikir sepertinya laki-laki mudah sekali menyakiti hati wanita, dan aku kira    ucapannya hanya buaya”
“ Namun ternyata ?”
“ Aku salah menilainya “

Dalam keheningan aku tatap sinar sang surya, lalu aku tersenyum.

“ Suka Matahari ?” Katanya seraya menatap wajahku.
       “ Tentu, tanpa matahari ga akan pernah ada kehidupan, tanpa matahari ga akan ada yang menyinari dunia ini, dan ga akan ada yang menerangi dunia ini”.
Kataku seraya menatap matahari.
“ Semoga aku juga bisa menjadi matahari seperti yang kamu inginkan, yang menyinari dan menerangi dalam kehidupanmu”. Ujar Nouval seraya tersenyum.
“ Aku tau itu Cuma gombalan kamu aja”
“ Aku tau kamu pasti akan mengatakan seperti itu”.

Tersenyum senang saat melihatnya, merindu saat tak melihatnya, terkesipu malu saat berada didekatnya, cinta, apakah cinta memang begitu.

“ Masih seneng nulis puisi ya ?”
Dengan sigap aku langsung menutup buku diary kecilku, dan mengambil tas agar bergegas pulang.
“ Aduh Vey tunggu aku dong!”.
“ Hati wanita mana yang tidak sakit bila melihat sahabat deketnya jalan sama cowoknya ?”
“ Aku tau aku salah Vey, aku minta maaf”
“ Baiknya kalau kamu suka kamu bilang, aku bisa mundur dan putusin Riko buat kamu, ya jangan dibelakang dong!”.

Tanpa meminta jawaban dari Vira temanku, aku langsung bergegas lekas meninggalkannya.

“  Heyy... ( Nouval menyapaku )”
“  Maaf ya, uda dari tadi nunggu aku?”
“  Ga ko barusan aku juga, ada apa mukanya asem bener, ada masalah?”
“  Aku engga apa-apa ko”.

Dari jauh sana nampaknya Audi sahabatku memanggilku.

“  Vey...”.

Namun aku hanya melambaikan tanganku, fikirku mungkin dia mau bahas masalah aku dan Vira.

“ Ada Audi, mau pulang bareng sama aku apa Audi ?” Ujar Nouval.
“ Sama kamulah sayang, kan aku punya janji mau nemenin kamu nyari buku”.
“ Baiklah, apa kamu ga mau bertemu dengan Audi dulu ?”

Aku hanya diam, dengan berjalan penuh rasa malas aku menghampiri Audi

“ Ada apa ?”
“ Neng, apa kamu teh sebaiknya selesaiin dulu atuh permasalahan kamu sama Vira, kita itu teh sahabat, aku teh pengen seperti dulu. Aku, kamu, Vira, selalu bersama sampe dibilang satu paket, tapi sekarang kenapa atuh kamu masih ngejauh dari Vira, neh ya yang aku tau neng itu dewasa, pan sekarang teh uda kelas tiga, uda punya adik dua, masa sikafnya berubah kawas budak leutik kitu atuh, kalau kamu mau nyalahin tuh salahin aja Rikonya, dia yang ga tau diri siapa kamu siapa Vira ?”

“ Audi aku..........”

Tanpa melanjutkan pembicaraan apa yang mau aku bicarakan, gadis asli sunda ini langsung memotong pembicaraan aku, lalu lanjut nyeramahin.

“Neng, bukannya Neng itu uda punya Nouval yang lebih baik dari Riko, lihat tuh Nouval. Eleuh-eleuh mani ganteng kitu kawas David Bechkam gening nya, tapi Neng kenapa masih marah sama Vira ?”

“ Audi aku...........”
“ Uda neng uda, kasian Vira dia nangis terus, harus gimana seperti apa dia minta maaf ke neng, cinta itu buta, cinta  itu misterius, ga akan pernah bisa ditebak, ga bisa diraba, ga bisa dikira, cinta itu ga bisa direncanakan kapan kita akan jatuh cinta, dengan siapa kita akan jatuh cinta, kadang juga ga memahami, cinta juga kadang datang semaunya sendiri, tanpa melihat dia siapa, neng persahabatan itu lebih berharga dari segalanya, jangan karna cinta semuanya bisa rusak”.

“ Aku salah ya Au ?”
“ Neng ga salah, tapi ego eneng yang salah. Ayu neng samperin Vira, kasian dia lagi nangis”.
“ Dimana Vira sekarang ?”
“ Dikelas”.

Dengan bergegas aku langsung lari menelusuri kelas demi kelas untuk menemui Vira sahabatku.

“ Vira ?”
“ Vey ?”
“ Kamu nangis, kenapa nangis sih ?”
“ Demi kamu, demi persahabatan kita, aku rela mutusin Riko, aku minta maaf Vey, aku janji aku rela ngelakuin apapun demi kamu, demi persahabatan kita”.

“ Ya ampun Vira, kamu itu sahabat aku, sebenarnya tanpa kamu minta maaf pun aku uda maafin kamu, aku ngelakuin seperti ini, ngejauh seperti ini semata-mata aku hanya ingin mengetahui seberapa ngerasa bersalahnya kamu sih, dan aku ga suka ada bohong-bohongan seperti yang kemarin kamu lakukan, kamu tau Vir kejujuran itu lebih bermakna dari segalanya. Aku tau Vir hati dan perasaan manusia ketika jatuh cinta itu luar biasa dan aku memahami itu, aku cuma mau kamu jujur, kedepannya jangan diulangi ya, demi persahabatan kita”.

“ Jadi kamu mau maafin aku kan?”
“ Enggak “.
“ Ko enggak?”
“ Iya aku uda maafin kamu, tapi kamu jangan bohongin tuh perasaan kamu, kalo kamu tuh sayang sama Riko, jadi samperin dia sekarang, tadi aku liat dia diparkiran, kamu jangan ngerasa ga enak sama aku, karna apa, karna sekarang aku uda punya Nouval sayang”.

Aku tertawa, Vira dan Audipun tertawa, beginilah sebuah persahabatan kadang kesetiaan kita diuji seberapa sejatinyakah persahabatan yang kita bangun itu, aku seneng kini Vira telah menyadari itu, persahabatan kami penuh warna canda dan tawa, Dalam hening aku, Vira dan Audi saling berpelukan sambil bilang “SATU PAKET”. Mereka unik.

Audi, dia berkacamata dan si kutu buku, dan dia asli orang sunda, kalo ngomong pasti banyak kata “teh dan atuh”, dia lucu, baik dan gokil deh.

Vira, konon sih cita-citanya kepengen jadi desainer baju, gimana mau jadi desainer dia aja ga bisa ngejait, zzzzzz......, Vira modis deh penampilannya, style banget gituh, baik dan ga bawel, nurut aja dia ma, hehe..

Kalau aku, mereka sih banyak jeleknya nilai aku, aku tukang tidur lah, aku malas lah, aku ini itu bla, bla, bla, dan mereka itu sering bilang katanya Vey itu orangnya sederhana dan apa adanya, awalnya sih fine fine aja dibilang sederhana dan apa adanya aku jadi senyum-senyum sendiri gituh, taunya lain maksud, katanya Vey itu sederhana dan apa adanya, saking sederhana dan apa adanya, kaos kaki aja kaga pernah dicuci, yang ada-ada aja yang dia pake, seketemunya aja, biarin kesannya jorok juga Vey ma percaya diri aja. Itu kadang si Vira atau Audi suka bilang, padahalkan iya, haha..tapi itu dulu, sekarang lebih parah, zzzzzzzzz-_- enggak-enggak sekarang aku uda bersih rajin ko, ga apa adanya lagi, ckckckck...pokonya mah hari ini aku seneng, karna persahabatan kita ini baik lagi, Vira juga uda balikan sama Riko, dan aku juga seneng saat ini ada Nouval yang baik, Nouval yang caem, cute, dan apalah itu, hahaha iya...iya...iya... pokonya sekarang aku uda merasa lengkap.

“ Vey sama Nouval, Vira sama Riko, nah akunya teh sama siapa atuh ?”
“ Audi sama aa Encep aja atuh, apanan kita teh sama-sama orang sunda, cocok lah”.
( Tukas Pa Encep Cleaning service sekolah )

Hahahaha kami tertawa melihat Audi dan pa Encep silih meledek dan kejar-kejaran.
Endingnya kami bahagia, pesannya “ guys, sahabat adalah segalanya, mencari teman itu mudah guys tapi untuk dijadikan sahabat sejati itu yang sulit, bila kalian telah memiliki sahabat sejati, pertahankan guys, dan janganlah karna cinta persahabatan jadi ancur, semoga kita semua senantiasa menjadi orang yang bermakna besar untuk teman-teman dan sahabat-sahabat kita.